Thursday, November 24, 2022

Dunia Penjara Bagi Orang Yang Beriman

Kajian Ahad Ba'da Subuh, 22 Mei 2022, Ustadz Retno Ahmad Pujiono,LC

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menerangkan, “Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia rehat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan dunia yang kekal, mendapati peristirahatan yang jauh dari sifat kurang.
Adapun orang kafir, dunia yang ia peroleh sedikit atau pun banyak, ketika ia meninggal dunia, ia akan mendapatkan azab (siksa) yang kekal abadi.


“Dunia adalah penjara bagi seorang mukmin seperti diriku sebab segala kemewahan yang ku nikmati sekarang, sungguh tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang Allah sediakan untuk kami di surga. Dunia ini masih menahan langkah kami dengan jarak waktu, menguji keyakinan kami dengan takut, lapar, lelah, kekurangan, kehilangan, kesempitan, dan kesedihan. Adapun di surga, tak ada lagi semua itu, hanya nikmat yang tak berakhir lagi tak membosankan. 
Sunggguh, meski kau melihat kami tampak megah dan mewah, kami sedang terpenjara sebab masih menanti nikmat yang jauh lebih berlipat," papar Ibn Hajar panjang lebar. “Adapun engkau," ujar Ibn Hajar lagi. "Seperti yang engkau telah rasakan, hidupmu di dunia memang disesaki kepayahan dan penderitaan. Tetapi ketahuilah, semua nestapa yang mencekikmu itu tiada artinya dibanding apa yang Allah sediakan bagimu kelak di neraka.”
“Saat ini kau masih dapat bernafas lega, makan jika lapar, minum jika haus, juga memiliki anak dan istri. Duniamu yang kau katakan terasa menyiksa, sungguh adalah surga, tempatmu masih bisa tertawa, berjalan dan berlari, bekerja dan memperoleh gaji.” 
“Betapa itu bagaikan surga, dibanding siksa abadi kelak di neraka sejati. Api yang menghanguskan, siksa yang meremukkan. Kehausan yang diguyuri air mendidih. Kelaparan yang disuapi darah, nanah, dan zaqqum." Si Yahudi penjual minyak itu terperanga. Dia menunduk dan tergugu. 
Ketika mengangkat kepala dengan mata berkaca-kaca, dia berkata lirih, “Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.” Segera, tanpa mempedulikan pakaiannya yang mungkin terkotori, Imam Ibn Hajar Al-Asqalani memeluk si penjual minyak ter yang kini telah berislam. “Selamat datang! Selamat datang, saudaraku! Selamat atas hidayah Allah padamu, segala puji-pujian hanya milik-Nya yang telah menyelamatkanmu dari neraka ” sambutnya. Mereka pun berangkulan erat. Hari itu, si penjual minyak di bawa Ibn Hajar ke rumahnya, dididik dan akhirnya menjadi salah seorang muridnya yang ternama.




No comments:

Post a Comment