Sunday, August 27, 2023

Muslim: Ibarat Pohon Kurma


Kajian rutin Ahad Pagi 27 Agustus 2023 bersama Ustadz Retno Ahmad Pujiono, LC. Masjid Al Mu'minun Perumahan Gayam Permai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk berkumpul bersama sejumlah Sahabat, termasuk Abu Bakar dan Umar. Beliau bertanya, “Diantara jenis pohon, ada yang tidak pernah gugur daunnya, dan itu adalah perumpamaan seorang Muslim. Beritahu aku, pohon apakah itu?” Saat itu, Abdullah bin Umar juga hadir dan terpikir bahwa jawabannya adalah kurma. Namun, karena malu dan segan kepada para Sahabat senior yang juga hadir, sementara mereka tidak bisa menjawab, maka beliau pun hanya diam. Rasulullah kemudian bersabda, “Dia adalah pohon kurma.” (Riwayat Bukhari). 
Apakah karakter indah yang hendak diungkapkan oleh Rasulullah, dan secara metaforis beliau serupakan dengan pohon kurma? Bagi para Sahabat, juga bangsa Arab pada umumnya, sifat-sifat pohon kurma sangat jelas. Bagi kita di Indonesia, pohon kurma dapat dianalogikan dengan pohon kelapa dan palem. Syaikh Abdul Hayyi al-Laknawi menjelaskan hadits di atas, “Sebagaimana pohon kurma yang tidak pernah gugur daunnya meskipun musim berganti-ganti, demikian pula seorang Muslim tidak akan lenyap cahaya imannya dan tidak akan pernah gugur doa-doanya.” 
 Artinya, seorang Muslim senantiasa diterangi cahaya imannya dalam segala situasi dan kondisi. Ia tetap Muslim ketika kaya maupun miskin, sehat maupun sakit, muda maupun tua, sendirian maupun bersama orang banyak, sebagai pemimpin maupun rakyat, masih menjabat maupun sudah pensiun. Berubahnya zaman tidak menggoyahkan imannya, dan pergiliran nasib tidak mengguncang keyakinannya. 
Ia pun tidak pernah jemu berdoa kepada Allah, dalam segala situasi dan kondisi. Hatinya senantiasa dipenuhi keyakinan; bahwa Allah pasti mendengar doanya; bahwa Allah berkuasa untuk mengabulkannya, atau menggantinya dengan kebaikan lain, atau menyimpannya untuk dibalas di akhirat kelak. Kondisi sebaliknya terjadi pada orang munafik, kafir dan musyrik. 
Dalam surah al-Hajj: 11, Allah berfirman; 

 وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِي 

 “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. Ia menyeru sesuatu yang sebenarnya mudharatnya lebih dekat dari manfaatnya. Sesungguhnya yang diserunya itu adalah sejahat-jahat kawan.” 

 Ketika menceritakan keadaan iman orang munafik, Al-Qur’an berkata: 

 مُّذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لاَ إِلَى هَـؤُلاء وَلاَ إِلَى هَـؤُلاء وَمَن يُضْلِلِ اللّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً 
 “Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Maka, kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (QS. an-Nisa’: 143)
Sebagaimana dikutip dari hidayatullo.com, Keteguhan dan konsistensi merupakan ciri utama seorang Muslim. Ia bukan pribadi yang mudah dikacaukan lingkungan. Ia tidak latah mengekor orang lain. Jika dewasa ini kita menyaksikan sebagian orang yang begitu gampang diseret oleh tren dan mode, maka sebenarnya kita sedang menyaksikan fenomena tipis dan rapuhnya iman. 
Ribut World Cup, disusul Liga Champion, setelah itu Piala Eropa, lalu disusul Copa America, dst. Mengapa demikian mudah disetir oleh agenda-agenda “orang lain” yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan statusnya sebagai Muslim? Sungguh, semua ini tidak menambah iman dan bukan pula bagian dari amal shalih, bahkan lebih dekat kepada kesia-siaan. 
Sebagian bahkan bisa menjurus maksiat! Oleh karenanya, ketika seorang Sahabat minta diajari satu kalimat yang dapat dijadikan pegangan dan merangkum seluruh makna Islam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Katakanlah: Tuhanku adalah Allah, kemudian istiqamahlah.” (Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits shahih).


No comments:

Post a Comment