Showing posts with label Kajian Ahad Pagi. Show all posts
Showing posts with label Kajian Ahad Pagi. Show all posts

Menghidupkan Masjid, Mencerahkan Umat (2016-2025)

Menuju sembilan tahun pelaksanaan kegiatan. Pada tanggal 18 Desember 2016, sebuah langkah kecil namun revolusioner dicanangkan: "Gerakan Sholat Subuh Berjama'ah." Gerakan ini, yang bukan sekadar seruan, tetapi sebuah undangan yang terus menerus disampaikan, telah menjadi denyut nadi keimanan bagi para jamaah. Hari ini, 19 Oktober 2025, kita berdiri di titik ini untuk merenungkan sejauh mana jejak istiqomah ini telah membekas.
Gerakan ini, yang terus menerus menyatukan shaf-shaf di waktu fajar, telah bertransformasi menjadi sebuah kebiasaan kolektif. Ia adalah jawaban atas tantangan terberat bagi seorang muslim: menaklukkan selimut tidur demi panggilan Illahi di waktu subuh.

Undangan Pertama Gerakan Subuh Berjama'ah


Sejak undangan pertama pada akhir tahun 2016, "Gerakan Sholat Subuh Berjama'ah" telah membuktikan bahwa keimanan adalah soal disiplin dan komitmen. Keberhasilan Disiplin Spiritual: Subuh berjamaah adalah indikator terkuat keimanan seseorang. Keistiqomahan selama sembilan tahun membuktikan bahwa masjid telah berhasil menjadi magnet spiritual di waktu yang paling berat. Jamaah telah menjadikan subuh bukan lagi beban, melainkan kebutuhan.
Fondasi Ukhuwah: Sholat Subuh berjamaah adalah tempat pertemuan terbaik. Di sinilah, sebelum kesibukan dunia dimulai, seluruh lapisan masyarakat berkumpul dalam kesetaraan. Kesatuan shaf di subuh hari adalah fondasi ukhuwah yang kokoh untuk menghadapi kerasnya dunia di siang hari.
Pembaruan Niat Harian: Mengawali hari dengan bersujud dan berdzikir adalah cara terbaik "me-recharge" energi iman. Inilah modal utama keberkahan rezeki dan kelancaran urusan harian yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW.
Keberkahan subuh berjamaah disambung manis dengan tradisi mulia: Kajian Rutin Ba'da Sholat Subuh Ahad Pagi, menghadirkan Ustadz-ustadz yang mumpuni dibidangnya semakin mencerahkan keimanan jama'ah. Jika sholat adalah nutrisi jiwa, maka kajian adalah makanan akal dan pemandu amal. Integrasi Ibadah dan Ilmu: Kegiatan ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang paripurna, tidak hanya memerintahkan ibadah ritual (sholat), tetapi juga menuntut penambahan ilmu (kajian). Kajian rutin Ahad Pagi berfungsi sebagai pabrik pemahaman yang mencerahkan, memastikan ibadah yang dilakukan berlandaskan ilmu yang benar.
Istiqomah Intelektual: Konsistensi mengadakan kajian selama sembilan tahun adalah bukti komitmen terhadap pembinaan umat yang berkelanjutan, bukan sekadar musiman. Materi-materi yang disampaikan, mulai dari tauhid, fiqih, hingga tafsir, telah membentuk pemahaman keagamaan yang matang dan moderat di kalangan jamaah.
Warisan Istiqomah dan Harapan Masa Depan
Dari 18 Desember 2016 hingga 19 Oktober 2025, perjalanan sembilan tahun "Gerakan Subuh Berjama'ah dan Kajian Rutin Ahad Pagi" adalah sebuah masterpiece keistiqomahan. Undangan yang konsisten disampaikan telah menghasilkan hasil yang nyata: masjid yang hidup dan umat yang tercerahkan.
Refleksi ini harus menjadi pemicu, bukan hanya perayaan. Tugas kita ke depan adalah memastikan obor istiqomah ini tidak padam. Melalui langkah kaki yang tetap tegar menuju masjid di waktu fajar, dan semangat yang tak pernah lelah untuk terus belajar dan mengkaji, kita menjamin bahwa warisan spiritual ini akan terus mengakar, membentuk generasi yang kuat imannya dan luas ilmunya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi keistiqomahan kita dan menjadikan setiap langkah kaki dan setiap helai ilmu yang kita dapatkan sebagai timbangan amal kebaikan di akhirat kelak. Aamiin.
Share:

Rahasia Takdir Ilahi Hingga Hangatnya Sate Ayam Ukhuwah

Pagi yang cerah di Perumahan Gayam Permai Banjarnegara kembali disinari oleh cahaya ilmu dan keimanan melalui kegiatan Kajian Rutin Ahad Pagi yang diselenggarakan oleh Takmir Masjid Al Mu'minun. Dalam suasana penuh kekeluargaan, jamaah berkesempatan mendalami tema krusial, yaitu Takdir, dengan merujuk pada lautan hikmah dalam Al-Qur'an Surat At-Taghabun ayat 11 sampai dengan 13.
Bersama al-Ustadz Yusman, S.H.I., kajian ini menjadi momen berharga untuk merenungkan kembali hakikat kehidupan, musibah, dan kehendak mutlak Allah SWT. Ayat 11 dari Surah At-Taghabun menegaskan sebuah prinsip agung:

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah..."

Pesan utama dari ayat ini adalah pengakuan total terhadap kekuasaan Allah (Takdir) sebagai sumber segala kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keimanan sejati kepada Takdir inilah yang menjadi kunci bagi hati seorang mukmin untuk mendapatkan petunjuk, ketenangan, dan kesabaran saat menghadapi cobaan

Ayat-ayat berikutnya (12-13) kemudian menjadi penegasan dan konsekuensi logis dari penerimaan takdir tersebut. Ayat 12 mengingatkan kita pada kewajiban fundamental: ketaatan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya. Sementara Ayat 13 menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, yang kemudian diakhiri dengan perintah yang mendalam, 

"Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja."

Dari uraian Ustadz Yusman, jamaah diajak memahami bahwa iman kepada Takdir tidak berarti fatalisme atau pasrah tanpa usaha. Sebaliknya, ia memacu seorang mukmin untuk berikhtiar semaksimal mungkin, berpegang teguh pada syariat, dan kemudian menyerahkan segala hasilnya kepada Allah (Tawakal). Ketika musibah datang, seorang mukmin dengan iman yang benar akan mendapatkan ketenangan di hati karena yakin bahwa semua itu adalah bagian dari rencana dan ilmu Allah yang Maha Sempurna. Hati yang tertuntun oleh iman akan senantiasa berbaik sangka kepada ketetapan-Nya.

Sesi kajian yang mencerahkan ini ditutup dengan ramah-tamah yang hangat, yaitu makan Sate Ayam bersama yang dipersiapkan dengan penuh keikhlasan oleh Ibu-ibu Pengajian Asy Syifa. Lebih dari sekadar hidangan, momen ini menjadi simbol eratnya ukhuwah islamiyah dan kebersamaan di antara warga Perumahan Gayam Permai, menegaskan bahwa ilmu dan iman akan semakin kokoh jika diiringi dengan jalinan silaturahmi dan amal saleh.
Semoga ruh keimanan dan tawakal yang kita dapatkan dari Surah At-Taghabun ini dapat terus kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjadi bekal untuk menghadapi setiap ketetapan Allah dengan hati yang sabar dan bersyukur. Wallahu a'lam bish-shawab.

















Share:

Kisah Pangeran Yang Menolak Fasilitas Negara



Judul Kajian: Kesehatan dan Waktu: Cermin Kezuhudan Seorang Pangeran
Pemateri : Ustadz Firdaus Maulana Akbar, Lc.
Waktu : Ahad, 12 Oktober 2025 (Pukul 05.00 - Selesai)
Tempat: Masjid Al-Mu'minun, Perumahan Gayam Permai, Banjarnegara

Pengajian Ahad Pagi di Masjid Al-Mu'minun, 12 Oktober 2025, menghadirkan Ustadz Firdaus Maulana Akbar, Lc., dengan materi yang membumi namun menggugah: Kesehatan dan Waktu. Kedua nikmat ini seringkali terlupakan nilainya hingga keduanya dicabut. Ustadz menekankan bahwa dalam Islam, pengelolaan diri (termasuk tubuh dan waktu) adalah bentuk ketaatan, sebuah filosofi hidup yang sempurna tercermin dalam kisah-kisah para pendahulu yang luhur.

Ustadz Firdaus Maulana Akbar memulai kajian dengan mengingatkan hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tentang dua nikmat yang sering dilalaikan manusia, yakni kesehatan dan waktu luang. Kesehatan adalah modal utama ibadah dan produktivitas, sementara waktu adalah bejana tempat amal saleh diletakkan. Keduanya menuntut tanggung jawab dan manajemen yang baik dari setiap Muslim.
Poin kunci dari kajian ini kemudian dikaitkan dengan makna zuhud (meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat di akhirat), khususnya dalam konteks profesionalisme dan integritas. Ustadz kemudian mengangkat kisah yang sangat inspiratif:

Kisah Pangeran Penolak Fasilitas Negara
Dalam kemegahan Dinasti Abbasiyah, putra Khalifah Harun Ar-Rasyid memilih jalan sunyi. Ia menolak fasilitas istana dan hidup mandiri sebagai buruh harian. Ia bekerja dengan upah sangat sederhana 1/6 Dirham atau kurang lebih 600 ribu rupuah, tinggal di rumah yang selayaknya disebut sebuah gubug, dan menetapkan syarat kerja yang tegas: 
  • Ia hanya bekerja 1 hari yaitu di hari Sabtu dari pukul 05.00 s.d. 22.00. 
  • Ia harus berhenti bekerja tepat saat azan berkumandang untuk menunaikan salat berjamaah.
Kisah yang diriwayatkan Abdullah bin Al-Faraj ini menjadi sorotan Ustadz. Pangeran itu tidak hanya bekerja profesional, Ia bahkan menolak uang tip, hanya mau menerima upah yang menjadi haknya. Hidupnya penuh integritas, menunjukkan keseimbangan sempurna antara mencari rezeki halal (dunia) dan ketaatan beribadah (akhirat). 

Bahkan saat terbaring sakit, ia hanya berbantalkan batu dan wasiatnya hanya sehelai kain kafan dari baju yang ia pakai. Identitasnya baru terungkap setelah ia meninggal. Sebelum meninggal ia memberi wasiat kepada Abdullah Bin Al Faraj agar menyerahkan mutiara untuk diserahkan kepada Khalifah, Harun Al Rasyid. Hal inilah yang membuat sang Khalifah menangis haru di pusara anaknya.
Jadi selama ini sang anak Khalifah rela untuk menujukan jatidirinya tanpa membawa nama ayahnya. Saat berpamitan dulu anaknya memohon ijin kepada Ayahnya (Harun Al Rasyid) untuk menuntut ilmu dan Sang Ayah membekali dengan sebutir Mutiara sebesar bola tenis.

Ustadz Firdaus menjelaskan bahwa zuhud bukanlah kemiskinan, melainkan kekayaan jiwa yang tidak bergantung pada fasilitas dunia. Pangeran itu mengajarkan nilai-nilai penting:
  • Prioritas Waktu: Tidak ada kesibukan duniawi yang boleh menunda panggilan Allah (salat tepat waktu).
  • Integritas Harta: Hanya menerima hak yang telah disepakati (menolak uang tip) adalah cermin jiwa yang mulia.
  • Kemandirian: Anak seorang tokoh besar memilih berdiri di atas kakinya sendiri, sebuah teladan yang patut dicontoh oleh generasi muda.
Ustadz Firdaus Maulana Akbar menekankan bahwa kesehatan dan waktu harus dimanfaatkan untuk mencapai kualitas hidup tertinggi, yaitu hidup yang seimbang antara dunia dan akhirat.
Kisah putra Harun Ar-Rasyid adalah teguran keras bagi kita semua. Jika seorang pangeran pewaris tahta mampu menanggalkan kemewahan demi integritas dan ketaatan, maka seharusnya kita yang memiliki tanggung jawab yang lebih ringan mampu mengelola waktu, menjaga kesehatan, dan menjalani hidup dengan profesionalisme serta ketaatan yang sama.
Pengajian di Masjid Al-Mu'minun pagi itu bukan hanya menambah ilmu, tetapi juga menumbuhkan semangat untuk menjadi pribadi yang mandiri, berintegritas, dan selalu menempatkan urusan akhirat di atas godaan dunia. Ini adalah cermin dari sabda Sayyidina Ali: "Pemuda itu ialah yang berani berkata inilah aku, dan bukanlah pemuda itu yang berkata inilah ayahku."



Share:

Hati Manusia yang Mudah Berbolak-balik


Kajian Ahad Pagi, 21 September 2025
Ustadz Ulil Albab Al Hafidz


Hati manusia adalah misteri yang tak terduga. Ia bagaikan lautan yang tenang, namun sewaktu-waktu bisa bergelora. Ia juga seperti cermin, yang bisa memantulkan keindahan, tetapi juga bisa memantulkan kebencian. Itulah mengapa kita sering mendengar ungkapan bahwa hati itu mudah berbolak-balik. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, :

Sesungguhnya hati anak Adam itu seperti bejana yang mendidih. Ia mudah berbolak-balik (HR. Muslim)

Sedekah dan Berbuat Baik kepada Orang yang Menyakiti 
Kita Sifat hati yang mudah berbolak-balik membuat kita harus waspada. Waspada dalam mencintai, dan waspada dalam membenci. Kita tidak boleh terlalu berlebihan dalam mencintai, karena suatu saat cinta itu bisa berubah menjadi benci. Kita juga tidak boleh terlalu berlebihan dalam membenci, karena kebencian itu bisa berubah menjadi cinta. 
Sebuah ungkapan Arab yang sangat indah mengatakan, "jubilatil qulubu ‘ala hubbi man ahsana ilaiha" yang artinya, "Hati-hati manusia tercipta dalam keadaan mencintai siapa yang berbuat baik kepada dirinya." Ungkapan ini menunjukkan bahwa berbuat baik adalah kunci untuk menaklukkan hati. Bahkan kepada orang yang sering menyakiti kita, kita harus tetap berbuat baik. 

Mengapa kita harus berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita? 
Karena berbuat baik adalah cara untuk menyembuhkan luka dan mengubah kebencian menjadi cinta. Ketika kita berbuat baik kepada orang yang menyakiti kita, kita sedang menunjukkan kepada mereka bahwa kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Kita membalas kejahatan dengan kebaikan. 

Prinsip Hidup: 
Berprasangka Baik, Tetapi Tetap Waspada Prinsip hidup yang baik adalah memercayai orang lain, berprasangka baik (husnudzon), tetapi tetap waspada. Kita harus memercayai orang lain, karena kepercayaan adalah dasar dari setiap hubungan. Namun, kita tidak boleh percaya begitu saja kepada setiap orang. Kita harus tetap waspada, karena tidak semua orang memiliki niat baik. 
Waspada bukan berarti kita harus mencurigai setiap orang. Waspada adalah sikap kehati-hatian yang membuat kita tidak mudah terjebak dalam jebakan orang yang berniat jahat. Waspada adalah cara untuk melindungi diri dan menjaga hati dari kekecewaan. 
Berdoa dan Waspada: Menjaga Iman Hingga Diakui sebagai Umat Nabi Muhammad SAW Di tengah kehidupan yang penuh dengan godaan dan cobaan, kita harus senantiasa berdoa dan waspada. Berdoa adalah cara kita untuk memohon perlindungan dari Allah SWT. Berdoa juga cara kita untuk memohon kekuatan agar kita tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal buruk. 
Selain berdoa, kita juga harus waspada. Waspada dalam menjaga iman, waspada dalam menjaga lisan, dan waspada dalam menjaga perbuatan. Kita harus senantiasa mengingat bahwa tujuan utama kita hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW. 
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjaga iman, sehingga suatu saat nanti kita diakui sebagai umat Nabi Muhammad SAW di hari kiamat. Aamiin.









Share:

Jaminan Abadi: Mengungkap Janji Allah dalam QS. Taha 123

Kajian Rutin

Kajian Ahad Pagi
Ustadz : Yusman, SHI
Masjid : Al Mu'minun Perumahan Gayam Permai
"Dialah (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama. Sebagian kamu (Adam dan keturunannya) menjadi musuh bagi yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, (ketahuilah bahwa) siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka."
Mengikuti Petunjuk-Nya: Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat Dalam kehidupan ini, manusia sering kali dihadapkan pada pilihan dan jalan yang membingungkan. Berbagai godaan dan tantangan bisa membuat kita kehilangan arah. Namun, Al-Qur'an, sebagai petunjuk dari Allah SWT, memberikan solusi dan jaminan pasti bagi mereka yang bersedia mengikutinya. Salah satu janji yang sangat kuat dan menenangkan terdapat dalam Surah Taha ayat 123.
Janji Abadi dalam Surah Taha Ayat 123 Ayat ini merupakan bagian dari kisah turunnya Nabi Adam AS dan Hawa dari surga ke bumi. Allah SWT berfirman, "Dialah (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama. Sebagian kamu (Adam dan keturunannya) menjadi musuh bagi yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, (ketahuilah bahwa) siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka."
Di sini, Allah tidak hanya memerintahkan Adam dan Hawa untuk turun, tetapi juga memberikan sebuah panduan hidup yang berlaku untuk seluruh keturunan mereka hingga akhir zaman. Janji yang diberikan sangat jelas dan mutlak: "dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka."
Tidak akan sesat (Ù„َا ÙŠَضِÙ„ُّ):Frasa ini merujuk pada keselamatan di dunia. Seseorang yang mengikuti petunjuk Allah tidak akan bingung, tidak akan kehilangan arah, dan tidak akan tersesat dalam mengambil keputusan hidup. Mereka memiliki kompas yang jelas, yaitu Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad SAW, yang membimbing mereka di tengah kompleksitas dunia. Petunjuk ini mencakup segala aspek, mulai dari cara beribadah, berinteraksi dengan sesama, hingga mengelola urusan pribadi dan sosial. Dengan berpegang teguh pada petunjuk-Nya, hati dan pikiran akan merasa tenang dan lurus.
Tidak akan celaka (ÙˆَÙ„َا ÙŠَØ´ْÙ‚َÙ‰ٰ): ini menjamin keselamatan di akhirat. "Celaka" di sini artinya menderita, sengsara, atau mengalami kerugian besar, yang puncaknya adalah siksa neraka. Sebaliknya, orang yang mengikuti petunjuk-Nya akan mendapatkan kebahagiaan sejati dan abadi, yaitu surga. Janji ini menjadi motivasi terbesar bagi umat Islam untuk senantiasa taat, karena balasan dari ketaatan bukan hanya kebaikan di dunia, tetapi juga kebahagiaan hakiki di akhirat.
Makna dan Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari
Ayat ini adalah pengingat bahwa kebahagiaan dan keselamatan bukanlah hal yang bisa dicari secara membabi buta. Keduanya hanya bisa diraih dengan berpegang teguh pada petunjuk Allah. Di era modern ini, di mana informasi dan ideologi datang silih berganti, ayat ini menjadi benteng spiritual yang sangat kuat.
Menghilangkan Kekhawatiran: Ketika kita merasa ragu atau takut akan masa depan, ayat ini memberikan jaminan bahwa selama kita berada di jalan-Nya, kita tidak perlu khawatir. Allah adalah sebaik-baiknya Penjaga dan Pemberi Petunjuk.
Penyaring Nilai: Petunjuk Allah berfungsi sebagai saringan (filter) untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan demikian, kita bisa membuat pilihan yang tepat dan tidak terjebak dalam hal-hal yang menyesatkan. Sumber Ketenangan: Ketenangan batin sejati datang dari keyakinan bahwa setiap langkah yang diambil sudah sesuai dengan kehendak Allah. Ketenangan ini tidak bisa dibeli dengan harta atau kekuasaan. Pada akhirnya, Surah Taha ayat 123 adalah undangan sekaligus janji. Ini adalah undangan untuk kembali kepada fitrah, yaitu mengikuti petunjuk Sang Pencipta, dan janji bahwa dengan itu, kita akan menemukan jalan lurus yang membawa pada kebahagiaan abadi, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang senantiasa mengikuti petunjuk-Nya.
Share:

Perjalanan Tanpa Batas di Padang Mahsyar


Kajian Rutin Ahad Pagi, 7 September 2025
Ustadz : Zein Faqih
Tempat : Masjid Al mu'minun Perumahan Gayam Permai

Hari itu adalah hari yang tak terhindarkan. Hari di mana semua manusia dari awal penciptaan hingga akhir akan dikumpulkan di sebuah tempat yang luas, tanpa batas, yang disebut Padang Mahsyar. Di sana, tak ada pohon, tak ada bangunan, dan tak ada tempat bernaung. Manusia akan berdiri telanjang dan tidak beralas kaki, sama seperti saat mereka dilahirkan.
Matahari akan didekatkan, hanya berjarak satu mil di atas kepala. Panasnya tak terbayangkan, seolah-olah seluruh panas dunia dikumpulkan menjadi satu. Dalam kondisi seperti ini, setiap manusia akan mengeluarkan keringat sesuai dengan amal perbuatannya. Keringat ini menjadi cerminan dari dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Ada yang keringatnya hanya sampai mata kaki, tanda dosanya tidak terlalu banyak. Namun, ada pula yang keringatnya mencapai lutut, pinggang, bahkan sampai tenggelam di dalamnya. Semakin banyak dosa yang diperbuat, semakin banyak pula keringat yang membanjiri tubuhnya. Keringat ini adalah saksi bisu dari segala perbuatan buruk yang pernah dilakukan di dunia.


Tujuh Golongan Manusia yang Mendapat Naungan
Di tengah kondisi yang sangat mencekam itu, ada kabar gembira. Nabi Muhammad SAW bersabda, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan dari Allah SWT pada hari itu, di mana tidak ada naungan lain selain naungan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang telah menjalani hidupnya dengan penuh ketaatan dan keikhlasan. 
  1. Pemimpin yang Adil: Seorang pemimpin yang selalu bijaksana, mengedepankan keadilan, dan menunaikan hak-hak rakyatnya tanpa memandang status. Setiap kita adalah pemimpin, minimal untuk diri sendiri dan keluarga. 
  2. Seorang Pemuda yang Tumbuh dalam Ketaatan: Masa muda adalah masa penuh godaan. Pemuda yang memilih untuk mengisi hidupnya dengan ibadah, menjauhi maksiat, dan taat kepada Allah adalah orang yang istimewa. 
  3. Laki-laki yang Hatinya Terpaut pada Masjid: Seseorang yang selalu merasa rindu dan nyaman berada di masjid. Ia selalu bergegas ke masjid saat mendengar azan dan merasa tenang saat beribadah di sana. 
  4. Dua Orang yang Saling Mencintai karena Allah: Dua orang yang berteman atau bersaudara bukan karena harta, jabatan, atau kepentingan dunia, melainkan hanya karena keimanan dan ketaatan kepada Allah. 
  5. Seorang Laki-laki yang Menolak Maksiat: Seseorang yang dirayu oleh wanita berkedudukan dan cantik, namun ia menolak dengan tegas sambil berkata, "Aku takut kepada Allah." Ia lebih memilih menjauhi dosa demi menjaga imannya. 
  6. Orang yang Bersedekah Secara sembunyi-sembunyi: Seseorang yang berinfak atau bersedekah dengan ikhlas, tanpa ingin diketahui orang lain. Sedekah tersebut begitu tersembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya. 
  7. Seseorang yang Berdzikir dalam Kesunyian: Seorang laki-laki yang beribadah kepada Allah dalam keadaan sepi. Di saat tak ada yang melihat, ia meneteskan air mata karena menyadari dosa-dosa dan keagungan Tuhannya.

Nikmat Dunia Hanya Seujung Jari
Di hadapan semua kengerian dan ketaatan itu, kita diajarkan untuk merenungkan kembali arti kehidupan di dunia. Nikmat dunia yang kita kejar dan perjuangkan sesungguhnya sangatlah sedikit dan tak sebanding dengan kenikmatan abadi di akhirat. Nabi Muhammad SAW memberikan perumpamaan yang sangat sederhana, namun mendalam. 
Beliau bersabda, "Perumpamaan nikmat dunia dengan nikmat akhirat ibarat seseorang yang memasukkan jarinya ke dalam lautan, lalu ia mengangkatnya kembali. Lihatlah, air yang menetes dari jarinya itulah nikmat dunia, sedangkan sisanya adalah nikmat akhirat."
Perumpamaan ini mengingatkan kita bahwa apa pun yang kita miliki di dunia harta, jabatan, atau kebahagiaan adalah setetes air yang sangat kecil. Kenikmatan sejati yang tak terbatas hanya akan kita temukan di surga. Maka, sudah sepantasnya kita lebih fokus mengumpulkan bekal untuk perjalanan tanpa batas di Padang Mahsyar, agar kita bisa menjadi salah satu dari tujuh golongan yang beruntung.










Share:

Footer Link

Pengumuman

  1. Tamu yang menginap 1x24 jam harus lapor RT.
  2. Dilarang Parkir Mobil di Jalan Perumahan
  3. Segala Jenis Truk dilarang Memasuki Jalan Perumahan

info ronda

Pelaksanaan Ronda lingkungan dimulai pukul 22.00 WIB s.d. Menyesuaikan Kondisi

Recent Posts

POSTINGAN TERBARU

Recent Posts Widget