Showing posts with label Kajian. Show all posts
Showing posts with label Kajian. Show all posts

Perjalanan Tanpa Batas di Padang Mahsyar


Kajian Rutin Ahad Pagi, 7 September 2025
Ustadz : Zein Faqih
Tempat : Masjid Al mu'minun Perumahan Gayam Permai

Hari itu adalah hari yang tak terhindarkan. Hari di mana semua manusia dari awal penciptaan hingga akhir akan dikumpulkan di sebuah tempat yang luas, tanpa batas, yang disebut Padang Mahsyar. Di sana, tak ada pohon, tak ada bangunan, dan tak ada tempat bernaung. Manusia akan berdiri telanjang dan tidak beralas kaki, sama seperti saat mereka dilahirkan.
Matahari akan didekatkan, hanya berjarak satu mil di atas kepala. Panasnya tak terbayangkan, seolah-olah seluruh panas dunia dikumpulkan menjadi satu. Dalam kondisi seperti ini, setiap manusia akan mengeluarkan keringat sesuai dengan amal perbuatannya. Keringat ini menjadi cerminan dari dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Ada yang keringatnya hanya sampai mata kaki, tanda dosanya tidak terlalu banyak. Namun, ada pula yang keringatnya mencapai lutut, pinggang, bahkan sampai tenggelam di dalamnya. Semakin banyak dosa yang diperbuat, semakin banyak pula keringat yang membanjiri tubuhnya. Keringat ini adalah saksi bisu dari segala perbuatan buruk yang pernah dilakukan di dunia.


Tujuh Golongan Manusia yang Mendapat Naungan
Di tengah kondisi yang sangat mencekam itu, ada kabar gembira. Nabi Muhammad SAW bersabda, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan dari Allah SWT pada hari itu, di mana tidak ada naungan lain selain naungan-Nya. Mereka adalah orang-orang yang telah menjalani hidupnya dengan penuh ketaatan dan keikhlasan. 
  1. Pemimpin yang Adil: Seorang pemimpin yang selalu bijaksana, mengedepankan keadilan, dan menunaikan hak-hak rakyatnya tanpa memandang status. Setiap kita adalah pemimpin, minimal untuk diri sendiri dan keluarga. 
  2. Seorang Pemuda yang Tumbuh dalam Ketaatan: Masa muda adalah masa penuh godaan. Pemuda yang memilih untuk mengisi hidupnya dengan ibadah, menjauhi maksiat, dan taat kepada Allah adalah orang yang istimewa. 
  3. Laki-laki yang Hatinya Terpaut pada Masjid: Seseorang yang selalu merasa rindu dan nyaman berada di masjid. Ia selalu bergegas ke masjid saat mendengar azan dan merasa tenang saat beribadah di sana. 
  4. Dua Orang yang Saling Mencintai karena Allah: Dua orang yang berteman atau bersaudara bukan karena harta, jabatan, atau kepentingan dunia, melainkan hanya karena keimanan dan ketaatan kepada Allah. 
  5. Seorang Laki-laki yang Menolak Maksiat: Seseorang yang dirayu oleh wanita berkedudukan dan cantik, namun ia menolak dengan tegas sambil berkata, "Aku takut kepada Allah." Ia lebih memilih menjauhi dosa demi menjaga imannya. 
  6. Orang yang Bersedekah Secara sembunyi-sembunyi: Seseorang yang berinfak atau bersedekah dengan ikhlas, tanpa ingin diketahui orang lain. Sedekah tersebut begitu tersembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya. 
  7. Seseorang yang Berdzikir dalam Kesunyian: Seorang laki-laki yang beribadah kepada Allah dalam keadaan sepi. Di saat tak ada yang melihat, ia meneteskan air mata karena menyadari dosa-dosa dan keagungan Tuhannya.

Nikmat Dunia Hanya Seujung Jari
Di hadapan semua kengerian dan ketaatan itu, kita diajarkan untuk merenungkan kembali arti kehidupan di dunia. Nikmat dunia yang kita kejar dan perjuangkan sesungguhnya sangatlah sedikit dan tak sebanding dengan kenikmatan abadi di akhirat. Nabi Muhammad SAW memberikan perumpamaan yang sangat sederhana, namun mendalam. 
Beliau bersabda, "Perumpamaan nikmat dunia dengan nikmat akhirat ibarat seseorang yang memasukkan jarinya ke dalam lautan, lalu ia mengangkatnya kembali. Lihatlah, air yang menetes dari jarinya itulah nikmat dunia, sedangkan sisanya adalah nikmat akhirat."
Perumpamaan ini mengingatkan kita bahwa apa pun yang kita miliki di dunia harta, jabatan, atau kebahagiaan adalah setetes air yang sangat kecil. Kenikmatan sejati yang tak terbatas hanya akan kita temukan di surga. Maka, sudah sepantasnya kita lebih fokus mengumpulkan bekal untuk perjalanan tanpa batas di Padang Mahsyar, agar kita bisa menjadi salah satu dari tujuh golongan yang beruntung.










Share:

Kajian Rutin Ahad Pagi Ustadz Zein Faqih

Flyer Kajian Rutin Ahad Pagi

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, 
Mari merajut iman dan menimba ilmu bersama! 
Hadirilah Kajian Rutin Ahad Pagi, sebuah kesempatan berharga untuk memperdalam pemahaman agama dan mempererat ukhuwah Islamiyah. 

Waktu: Ahad, 7 September 2025 
Pukul: Ba'da Shalat Subuh Berjamaah 
Tempat: Masjid Al Mu'minun, Perumahan Gayam Permai, Banjarnegara 
Pemateri: Ustadz Zein Faqih 

Ajak keluarga, kerabat, dan sahabat Anda untuk bersama-sama hadir. Semoga langkah kita menuju majelis ilmu dicatat sebagai amal kebaikan di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 
Jazakumullah Khairan Katsiran. 
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Share:

Tiga Hal yang Membuat Kita Tidak Pantas Mengeluh

Bazar

Dalam menjalani hidup, kita sering kali lupa bahwa banyak kenikmatan besar yang Allah berikan kepada kita setiap hari. Kita sibuk mengeluhkan masalah-masalah kecil hingga luput mensyukuri anugerah luar biasa yang sebenarnya selalu kita terima.
Seperti yang disampaikan dalam tausiyah pagi, ada tiga hal utama yang seharusnya membuat kita tidak pantas mengeluh. Mengenali dan mensyukuri ketiganya akan mengubah cara pandang kita terhadap hidup dan membuat hati kita lebih tentram.

1. Bangun Tidur dalam Kondisi Aman 
Nikmat pertama yang sering kita lupakan adalah rasa aman saat bangun tidur. Kita membuka mata di pagi hari tanpa rasa tertekan, terancam, atau dikejar-kejar. Kita bisa melangkahkan kaki dari rumah dengan tenang, bahkan untuk menjalankan shalat Subuh berjamaah, tanpa kekhawatiran akan bahaya.
Coba bayangkan saudara-saudara kita yang hidup di daerah konflik, di mana bunyi bom atau tembakan adalah hal biasa. Mereka tidak pernah tahu apakah esok pagi mereka masih bisa melihat dunia atau apakah rumah mereka akan hancur lebur. Rasa aman yang kita miliki setiap hari adalah kenikmatan yang sangat besar, bahkan lebih berharga dari harta benda.
Maka, saat membuka mata, ucapkanlah, “Alhamdulillahilladzi ahyana ba’da ma amatana wa ilaihin nusyur”. Ya Allah, terima kasih Engkau telah menghidupkan aku setelah Engkau ‘matikan’ (tidur). Ini adalah pengakuan bahwa kita diberi kesempatan hidup lagi untuk berbekal, beramal, dan beristighfar.

2. Kondisi Badan yang Sehat dan Bugar
Nikmat besar kedua yang wajib kita syukuri adalah kesehatan. Tubuh kita memiliki 360 persendian yang berfungsi dengan baik. Jika satu saja persendian bermasalah, hidup kita akan terasa sulit. Bayangkan jika lutut sakit, mata rabun, atau telinga tidak bisa mendengar—semua aktivitas akan terganggu.
Udara Subuh, yang merupakan udara paling bersih karena belum tercampur dengan nafas orang-orang kafir dan munafik yang tidak bangun pagi, adalah karunia yang luar biasa. Menghirup udara bersih ini menyehatkan paru-paru dan memberi asupan terbaik untuk tubuh kita. Orang-orang yang berjuang melawan kantuk, dingin, dan rasa malas untuk shalat atau menuntut ilmu di waktu Subuh pantas mendapatkan gelar Mujahidin Fajar, pejuang di waktu Subuh.
Sebagai wujud rasa syukur atas nikmat sehat, Rasulullah menganjurkan kita untuk mengerjakan shalat Dhuha. Minimal dua rakaat, shalat ini adalah cara kita membayar ‘hak’ dari 360 persendian di tubuh kita. Shalat Dhuha adalah ibadah tingkat tinggi, yang merupakan perwujudan syukur kita kepada Allah dengan bersujud di waktu Dhuha.

3. Masih Memiliki Bahan Makanan untuk Hari Ini
Kenikmatan ketiga adalah saat kita masih memiliki makanan untuk dikonsumsi hari ini. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang bangun tidur dalam keadaan aman, sehat badannya, dan ia memiliki bahan makanan untuk satu hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki seluruh dunia.”
Ini adalah pengingat bahwa kita sering mengeluh hanya karena masalah kecil, seperti kurangnya uang atau keinginan yang belum tercapai, padahal tiga kenikmatan besar ini—keamanan, kesehatan, dan ketersediaan makanan—sudah kita miliki.
Sering kali kita tidak sadar akan besarnya nikmat ini. Kita bahkan khawatir nikmat tersebut akan dicabut oleh Allah, karena Allah telah berfirman, “Jika kalian tidak bersyukur atas nikmat-Ku, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Definisi Syukur yang Sesungguhnya
Syukur bukanlah sekadar ucapan “terima kasih”, tetapi sebuah tindakan. Definisi syukur yang paling tepat adalah menggunakan nikmat Allah untuk taat kepada-Nya.
Jika kita memiliki kesehatan, gunakan untuk beribadah dan beramal shaleh. Jika kita memiliki waktu luang, gunakan untuk menuntut ilmu. Seorang pensiunan yang dulu sibuk bekerja kini bisa menggunakan waktu luangnya untuk mencari ‘jalan pulang’ ke hadirat Allah. Ia menggunakan waktu luangnya untuk mendatangi majelis ilmu dan berbekal untuk perjalanan panjang menuju akhirat.
Mari kita renungkan tiga nikmat besar ini setiap hari. Dengan begitu, kita akan merasa lebih damai dan menyadari betapa melimpahnya karunia Allah, sehingga tidak ada lagi alasan untuk mengeluh.
Share:

4 Amalan Di Pagi Hari


@perumahangayampermai

4 Amalan di Pagi Hari

♬ original sound - perumahangayampermai
Share:

Perbaiki Hidupmu Dengan Sholat


Perbaiki Hidupmu Dengan Sholat- 
Ustadz Syafiq Riza Basalamah, L.C., M.A, 
Masjid At Taqwa Banjarnegara 

Hidup di era modern yang serba cepat ini tak jarang membuat kita merasa lelah dan kehilangan arah. Berbagai masalah, mulai dari tekanan pekerjaan, tuntutan sosial, hingga guncangan mental, seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian. Fenomena ini diperkuat oleh data WHO yang menyebutkan bahwa satu miliar penduduk dunia mengalami gangguan mental. Namun, di tengah hiruk pikuk ini, ada satu ibadah yang menawarkan solusi spiritual dan batin: Sholat.
Sholat, ibadah yang diwajibkan lima kali sehari semalam, bukanlah sekadar ritual. Ia adalah sebuah kebutuhan yang sangat penting bagi setiap Muslim untuk menjaga kesehatan fisik dan mentalnya. Rasulullah SAW bahkan memerintahkan orang tua untuk melatih anak-anaknya sholat sejak usia tujuh tahun, jauh sebelum mereka baligh. Perintah ini menunjukkan betapa esensialnya sholat dalam membangun karakter dan spiritualitas sejak dini.
Sholat menjadi tiang agama yang membedakannya dari ibadah lain. Jika puasa hanya diwajibkan setahun sekali, dan haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, salat hadir setiap hari dan berulang kali. Ini menunjukkan bahwa manusia membutuhkan sholat secara terus-menerus untuk menjaga hubungan dengan Allah SWT dan menemukan ketenangan dalam hidupnya.

Kajian ini mengungkapkan beberapa poin penting terkait salat:
Sholat adalah Kewajiban yang Terikat Waktu
sholat memiliki waktu yang telah ditetapkan. Kita tidak bisa melaksanakannya di luar waktu yang telah ditentukan, karena Allah SWT telah menyusun jadwalnya dengan sempurna. Dimulai dari salat Subuh, yang menandai awal kehidupan baru, hingga sholat Isya yang mengakhirinya. Waktu-waktu salat ini bukan sekadar jadwal, melainkan sebuah pengingat agar kita selalu terhubung dengan-Nya di setiap fase kehidupan.
Kesehatan Fisik dan Mental dalam Setiap Gerakan Sholat
Selain menjadi sebuah kewajiban, sholat juga membawa manfaat luar biasa bagi kesehatan fisik dan mental. Setiap gerakan, mulai dari takbiratul ihram hingga salam, dirancang untuk menenangkan jiwa dan memberikan kesegaran fisik. Waktu-waktu salat yang teratur juga membentuk disiplin diri, mencegah kita dari kelalaian. Sholat Subuh, misalnya, merupakan cara untuk mengawali hari dengan bersyukur dan penuh keberkahan, jauh dari sifat malas dan tidur berlebihan. Mensyukuri Nikmat Sehat dan Waktu Luang
Dalam kehidupan ini, kita sering kali lalai akan dua nikmat besar yang dianugerahkan Allah: kesehatan dan waktu luang. Kesehatan adalah harta yang jauh lebih berharga daripada uang triliunan. Kita baru menyadari betapa berharganya kesehatan saat kita sakit dan harus mengeluarkan biaya besar untuk berobat.
Sama halnya dengan waktu luang. Bagi sebagian orang, waktu luang mungkin dianggap sebagai hal yang sia-sia, namun sebenarnya ia adalah kesempatan emas untuk meningkatkan diri. Waktu luang dapat digunakan untuk beribadah, membaca Al-Qur'an, atau melakukan hal-hal positif lainnya. Umar bin Khattab membenci pemuda yang menganggur, bukan karena tidak bekerja, tetapi karena waktu luangnya tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat, baik untuk dunia maupun akhirat. Dengan demikian, sholat menjadi cara terbaik untuk mensyukuri nikmat sehat dan mengisi waktu luang dengan kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan menunaikan sholat secara khusyuk dan tepat waktu, kita tidak hanya menjalankan kewajiban sebagai hamba, tetapi juga memperbaiki kualitas hidup kita secara menyeluruh. Mari jadikan sholat sebagai poros kehidupan kita, agar kita selalu berada dalam bimbingan Allah SWT dan mendapatkan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.
Share:

Undangan Rutin Jami'yyatul Qur'an Bulan September 2025

Setiap awal bulan menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh para anggota Jami'yyatul Qur'an. Tepatnya pada tanggal 1 setiap bulannya, ba'da salat Isya, mereka berkumpul untuk melaksanakan kegiatan rutin yang penuh berkah: khotmil Al-Qur'an. Tradisi ini bukan hanya sekadar agenda bulanan, melainkan juga wadah untuk mempererat tali silaturahmi, memperdalam pemahaman agama, dan meningkatkan kecintaan terhadap Al-Qur'an.
Pada bulan September 2025 ini, agenda istimewa itu kembali digelar. Bertempat di masjid atau pusat kegiatan yang telah ditentukan, suasana khidmat dan penuh kekhusyukan terasa sejak para jemaah mulai berdatangan. Mereka membawa Al-Qur'an masing-masing, siap untuk melafalkan setiap ayat dengan penuh penghayatan.
Khotmil Al-Qur'an yang menjadi inti dari kegiatan ini bukan hanya sekadar membaca hingga tuntas, tetapi juga mencerminkan semangat kebersamaan. Setiap anggota mendapat giliran untuk membaca bagian-bagian tertentu dari Al-Qur'an secara bergantian. Suara-suara indah yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an secara berkesinambungan menciptakan harmoni spiritual yang menenangkan hati.
Kegiatan rutin ini memiliki banyak makna. Pertama, ini adalah bentuk komitmen untuk selalu menjaga interaksi dengan Al-Qur'an, menjadikannya sebagai pedoman hidup. Kedua, khotmil Al-Qur'an bersama-sama melahirkan energi positif dan motivasi bagi setiap individu untuk lebih giat lagi dalam beribadah. Ketiga, momen ini menjadi sarana dakwah yang efektif, mengajak lebih banyak orang untuk merasakan indahnya mencintai Al-Qur'an.
Usai melantunkan ayat terakhir, acara biasanya ditutup dengan doa bersama. Doa tersebut dipanjatkan untuk kebaikan diri, keluarga, dan seluruh umat Islam, seraya memohon keberkahan dan syafaat dari Al-Qur'an. Setelah itu, momen kebersamaan dilanjutkan dengan ramah tamah, berbagi cerita, dan saling menguatkan dalam perjalanan spiritual.
Dengan rutinnya kegiatan ini, Jami'yyatul Qur'an berhasil menciptakan sebuah komunitas yang solid, di mana nilai-nilai Al-Qur'an dijunjung tinggi dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka membuktikan bahwa Al-Qur'an tidak hanya dibaca, tetapi juga dihayati dan diamalkan. Tradisi baik ini diharapkan dapat terus berlanjut, menjadi pengingat bagi setiap individu untuk selalu kembali kepada Al-Qur'an di tengah kesibukan dunia.
Share:

Menghidupkan Malam, Meraih Kenikmatan Abadi: Tausiyah Mendalam Ustadz Retno tentang Qiyamul Lail

Pada hari Ahad Pon, 24 Agustus 2025, Ustadz Retno Ahmad Pujiono, Lc., menyampaikan tausiyah yang mendalam mengenai keutamaan qiyamul lail dan kaitannya dengan semangat kemerdekaan Indonesia. Beliau mengawali dengan mengingatkan bahwa 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H, hari Jumat Manis. Beliau menyoroti signifikansi tanggal tersebut, yang dipilih karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Angka 17 juga memiliki makna khusus dalam Islam, identik dengan tanggal diturunkannya Al-Qur'an dan jumlah rakaat shalat fardhu dalam sehari.

Perbedaan Qiyamul Lail dan Tahajud
Ustadz Retno menjelaskan bahwa qiyamul lail dan tahajud sering dianggap sama, padahal memiliki makna yang berbeda.
Qiyamul Lail adalah istilah yang lebih umum, mencakup segala aktivitas untuk "menghidupkan malam" dengan mengingat Allah. Ini tidak hanya terbatas pada shalat, tetapi juga bisa berupa membaca Al-Qur'an, bersedekah di malam hari, merenung (tafakkur), dan ibadah lainnya di masjid.
Tahajud adalah bentuk shalat malam yang lebih spesifik, yaitu shalat yang dilakukan setelah seseorang tidur terlebih dahulu.

Fadilah-Fadilah Qiyamul Lail
Ustadz Retno menguraikan beberapa keutamaan (fadilah) dari qiyamul lail, yang semuanya merupakan pintu-pintu kebaikan bagi seorang Muslim.
1. Pembuka Pintu Kebaikan
Beliau mengutip sebuah hadits di mana Rasulullah ﷺ menunjukkan Mu'adz bin Jabal tentang pintu-pintu kebaikan. Hadits tersebut menyebutkan tiga amalan utama: puasa sebagai perisai, sedekah yang dapat memadamkan kemaksiatan, dan shalat malam yang membuka pintu-pintu kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. As-Sajadah, "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya," yang menggambarkan betapa orang-orang yang dekat dengan Allah rela meninggalkan kenyamanan tidur demi beribadah.
Shalat malam adalah bentuk pengakuan atas dosa dan kelalaian kita. Sebagai balasannya, Allah akan memberikan kenikmatan yang begitu besar di surga kelak, yang akan membuat mata kita terbelalak saking gembiranya. Amalan yang dilakukan secara rahasia ini akan dibalas dengan pahala yang juga dirahasiakan oleh Allah, membuat hamba-Nya terkejut dengan kebahagiaan yang tak terduga.
2. Jalan Menuju Surga dan Terhindar dari Neraka
Ustadz Retno mengisahkan seorang hamba yang terakhir keluar dari neraka dan akhirnya masuk surga karena rahmat Allah. Meskipun pada awalnya hanya berada di pinggir surga, keinginannya untuk mendapatkan yang lebih baik mendorongnya untuk terus berdoa. Ini menunjukkan bahwa meskipun kenikmatan surga sudah terbayang, tabiat manusia adalah selalu menginginkan yang terbaik.
Qiyamul lail juga merupakan salah satu ciri dari hamba-hamba yang beribadah dengan ihsan, seolah-olah mereka melihat Allah. Mereka menghidupkan malam dengan shalat dan tilawah Al-Qur'an.
Ustadz Retno mengingatkan bahwa banyak orang yang mengetahui betapa mengerikannya siksa neraka, namun justru lebih memilih tidur daripada beribadah. Padahal, shalat tahajud adalah amalan para wali Allah.
Selain manfaat spiritual, tahajud juga memiliki manfaat fisik. Ustadz Retno menyebutkan bahwa tahajud dapat membuat badan lebih sehat. Beliau mengaitkannya dengan para sahabat Nabi yang dikenal sangat sehat dan kuat saat berperang melawan musuh Islam, yang tidak lepas dari kebiasaan mereka menghidupkan malam dengan ibadah.
Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari tausiyah Ustadz Retno Ahmad Pujiono, Lc., dan semakin termotivasi untuk menghidupkan malam dengan qiyamul lail.




Share:

Mengungkap Sisi Lain Kisah Nabi Musa dalam Surah Al-A'raf

Kajiann rutin Ahad Pagi, 27 Juli 2025
Masjid Al Mu'minun Perumahan Gayam Permai
Ustadz Syafrudin Maulana, LC

Kisah Nabi Musa 'alaihissalam‘ adalah salah satu narasi paling kaya makna dalam Al-Qur'an, menawarkan pelajaran mendalam tentang keimanan, kesabaran, dan bahaya kelalaian. Surah Al-A'raf secara khusus menguraikan fase-fase penting dalam perjalanan dakwah Nabi Musa, terutama menyoroti respons Bani Israil yang seringkali apatis dan tidak bersyukur, bahkan setelah menyaksikan mukjizat yang luar biasa. Mari kita telaah kisah ini, mengambil hikmah agar kita tidak mengulang kesalahan masa lalu.
Fase 1: Bani Israil di Bawah Penindasan Firaun
Kisah Nabi Musa dimulai saat Bani Israil hidup di bawah kekejaman Firaun, yang diidentifikasi oleh beberapa penafsir sebagai Ramses III, "anak dewa matahari." Penindasan ini mencapai puncaknya dengan perintah Firaun untuk membunuh setiap anak laki-laki Bani Israil yang lahir, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Baqarah. Ini adalah masa-masa penuh ketakutan dan penderitaan, di mana harapan seolah padam. Namun, di tengah kegelapan itulah, takdir ilahi sedang merajut kelahiran seorang pemimpin yang akan membebaskan mereka.
Fase 2: Nabi Musa Menjadi Rasul
Setelah pengasingan dan pelatihan di Madyan, Allah ‘Subhanahuwa ta′ala‘ memilih Nabi Musa untuk menjadi rasul-Nya. Dengan mukjizat tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang bersinar, Nabi Musa diutus untuk menghadapi Firaun dan kaumnya yang zalim, menyeru mereka untuk beriman kepada Allah dan membebaskan Bani Israil. Ini adalah fase di mana Nabi Musa diuji dengan tugas yang berat, menghadapi penguasa yang sombong dan rakyatnya yang ingkar.
Fase 3: Penyelamatan Nabi Musa dan Bani Israil
Puncak dari pertarungan antara kebenaran dan kebatilan terjadi ketika Allah ‘SubhanahuwaTa ′ ala‘ menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dengan membelah Laut Merah, menenggelamkan Firaun dan bala tentaranya. Momen penyelamatan yang luar biasa ini adalah mukjizat yang tak terbantahkan, bukti nyata akan kekuasaan dan kasih sayang Allah. Dalam konteks ini, Surah Al-A'raf (ayat 205) mengingatkan kita untuk mengingat Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah diri dan rasa takut, dan tanpa mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah. Ini adalah seruan untuk senantiasa berdzikir dan tidak melupakan nikmat Allah, terutama setelah melalui cobaan berat.
Fase 4: Pasca Penyelamatan dan Apatisme Bani Israil
Sayangnya, setelah diselamatkan dari penindasan Firaun, Bani Israil menunjukkan sikap yang sangat disayangkan: ketidakbersyukuran dan apatisme. Meskipun telah diberi makanan segar seperti manna dan salwa langsung dari langit, mereka mulai mengeluh dan merindukan makanan yang lebih "bervariasi" seperti bawang dan mentimun. Ini adalah gambaran dari kesadaran apatis yang tidak bisa membuka diri terhadap perubahan dan nikmat yang ada di hadapan mata.
Mereka terjebak dalam 'autopilot model' kehidupan, melakukan segala sesuatu tanpa makna dan tanpa korelasi refleksi diri dengan mengingat Allah. Mereka kehilangan diri dalam rutinitas dan keinginan duniawi, melupakan tujuan utama keberadaan mereka. Pentingnya berdzikir kepada Allah menjadi sangat relevan di sini. Ketika manusia kehilangan koneksi dengan Penciptanya, hati menjadi keras dan cenderung abai terhadap tanda-tanda kebesaran-Nya. Kisah Bani Israil adalah peringatan bagi kita: jangan sampai kita terjebak dalam kelalaian (ghoflah), melupakan nikmat dan petunjuk Tuhan.

Kisah Nabi Musa dalam Surah Al-A'raf mengajarkan kita bahwa ujian tidak hanya datang dalam bentuk kesulitan, tetapi juga dalam bentuk nikmat dan kelapangan. Bersyukur, berdzikir, dan senantiasa menghubungkan diri dengan Allah adalah kunci untuk menghindari apatisme dan hidup yang tanpa makna. Marilah kita ambil pelajaran dari kisah ini, menjadikan setiap momen sebagai kesempatan untuk mengingat Allah dan tidak terjebak dalam 'autopilot' kehidupan yang melalaikan. Apa langkah kecil yang bisa kita ambil hari ini untuk lebih sering mengingat Allah dan keluar dari zona "autopilot" kita?










Share:

Ubah Ahadmu Jadi Lebih Bermakna: Qiyamul Lail, Subuh Berjamaah, dan Ilmu dari Ustadz Syafrudin Maulana, LC!

Dengan mengharap ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala, kami segenap pengurus Masjid Al Mu'minun Perumahan Gayam Permai, Banjarnegara, mengundang Bapak/Ibu/Saudara/i untuk hadir dan berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan rutin di hari Ahad yang insya Allah penuh berkah: 
 
Hari, Tanggal: Ahad, 27 Juli 2025 
Pembicara : Ustadz Syafrudin Maulana,LC
Tempat: Masjid Al Mu'minun Perumahan Gayam Permai, Banjarnegara
Adapun rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 
    Waktu: Pukul 03.30 WIB hingga menjelang waktu Subuh 
    Keutamaan: Menghidupkan malam dengan ibadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta meraih ketenangan dan keutamaan waktu sahur. Mari bersama-sama bermunajat dan memohon ampunan di sepertiga malam terakhir. 

   Waktu: Sesuai waktu masuknya Sholat Subuh 
  Keutamaan: Meraih pahala yang berlipat ganda, mempererat tali silaturahmi antar jama'ah, serta memulai hari dengan ibadah yang khusyuk. Kehadiran kita dalam sholat berjama'ah merupakan wujud ketaatan dan persatuan umat Islam. 

    Waktu: Pukul 06.30 WIB hingga selesai (setelah Sholat Subuh berjama'ah) 
    Tema       : Menunggu konfirmasi
    Pemateri: Ustadz Syafrudin Maulana,LC
   Manfaat: Menambah ilmu pengetahuan agama, memahami ajaran Islam secara lebih mendalam, serta memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Kajian ini merupakan kesempatan yang baik untuk belajar dan berdiskusi dalam suasana yang Islami. 
Yakinlah bahwa kehadiran Bp/Ibu/Sdr/i adalah bentuk nikmat yang Alloh SWT berikan kepada kita.
Share:

Antara Janji Al-Quran dan Tantangan Zaman

Kajian rutin Ahad Pagi
20 Juli 2025
Islam adalah agama yang sempurna, membawa risalah kebaikan dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW telah menggariskan dengan jelas bagaimana seharusnya seorang Muslim menjalani kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat. Namun, dalam realitasnya, kita seringkali dihadapkan pada tantangan dan penyimpangan yang menjauhkan kita dari citra Muslim yang ideal. Mari kita telaah kembali tiga pilar utama dalam membangun identitas Muslim yang sempurna. 
1. Sebaik-baik Umat (Khaira Ummah): Menyeru Kebaikan, Mencegah Kemungkaran Allah SWT berfirman dalam Surat Ali 'Imran ayat 110: 
 "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." 

Ayat ini dengan tegas menempatkan umat Islam pada posisi yang mulia, yaitu sebagai "Khaira Ummah" (umat terbaik). Predikat ini bukanlah tanpa syarat. Untuk meraihnya, seorang Muslim dan masyarakat Islam secara keseluruhan harus memiliki tiga karakteristik utama: Menyeru kepada yang Ma'ruf (Kebaikan): Ini berarti secara aktif mengajak, membimbing, dan mempromosikan segala bentuk kebaikan, keadilan, dan kebajikan sesuai syariat Islam. Ini meliputi amar ma'ruf bil lisan (dengan ucapan), bil qalam (dengan tulisan), hingga bil hal (dengan teladan). Mencegah Kemungkaran: Tidak cukup hanya menyeru kebaikan, seorang Muslim juga berkewajiban untuk mencegah segala bentuk kemungkaran, kemaksiatan, dan kezaliman yang terjadi di sekitarnya. Ini bisa dimulai dari lingkungan terdekat hingga skala yang lebih luas, dengan cara yang bijak dan sesuai tuntunan agama. Beriman kepada Allah: Fondasi dari kedua karakteristik di atas adalah keimanan yang kokoh kepada Allah SWT. Keimanan inilah yang mendorong seorang Muslim untuk selalu berbuat baik dan menjauhi kemungkaran, semata-mata mengharap ridha-Nya. 
Realita yang Ada: Dewasa ini, kita sering menyaksikan berbagai bentuk kemungkaran yang merajalela, mulai dari korupsi, pergaulan bebas, hingga praktik riba. Ironisnya, sebagian dari kemungkaran ini justru dilakukan atau dibiarkan oleh mereka yang mengaku Muslim. Semangat amar ma'ruf nahi munkar terasa melemah, digantikan oleh sikap apatis atau bahkan pembenaran terhadap kemaksiatan. 

 

2. Ummatan Wasathan: Umat yang Pertengahan dan Berkeadilan 
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 143: "Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." Konsep "Ummatan Wasathan" berarti umat yang adil, seimbang, dan pertengahan. Ini mengandung makna bahwa Islam adalah agama yang tidak condong pada ekstremisme, baik dalam ritual ibadah maupun dalam urusan dunia. Seorang Muslim ideal adalah mereka yang: Berpikir dan Bersikap Adil: Mampu melihat segala sesuatu dari berbagai perspektif, tidak mudah menghakimi, dan selalu berusaha menegakkan keadilan dalam setiap aspek kehidupan. Seimbang antara Dunia dan Akhirat: Tidak melalaikan kewajiban duniawi (bekerja, mencari nafkah, berinteraksi sosial) namun juga tidak melupakan tujuan akhirat (ibadah, persiapan menghadapi hari perhitungan). 
Toleran dan Inklusif: Mampu hidup berdampingan dengan damai bersama pemeluk agama lain, menghargai perbedaan, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip aqidah. Realita yang Ada: Polarisasi dan ekstremisme seringkali menjadi penghalang bagi umat Islam untuk menjadi umat pertengahan. Perpecahan internal akibat perbedaan mazhab atau pandangan politik, serta munculnya kelompok-kelompok yang mengusung paham radikal, telah mencoreng citra Islam yang damai dan toleran. 


3. Ummatan Wahidah: Umat yang Bersatu Padu Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mu'minun ayat 52: "Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku." (Ayat yang Anda sebutkan adalah 51, namun ayat 52 lebih tepat untuk makna Ummatan Wahidah secara eksplisit. Ayat 51 lebih menekankan pada makan makanan yang baik dan beramal sholeh, meskipun konteksnya tetap mengarah pada persatuan umat. Untuk konteks Ummatan Wahidah, saya akan fokus pada esensi persatuan yang sering disebut dalam Al-Quran, termasuk dari ayat-ayat sejenis.) 
Prinsip "Ummatan Wahidah" adalah esensi dari persaudaraan Islam. Seluruh Muslim adalah bersaudara, tanpa memandang ras, suku, warna kulit, atau status sosial. Persatuan ini adalah kekuatan terbesar umat Islam, yang memungkinkan mereka untuk saling mendukung, melindungi, dan bekerja sama demi kemaslahatan bersama. 
Realita yang Ada: Salah satu tantangan terbesar umat Islam saat ini adalah perpecahan. Perbedaan pandangan politik, kepentingan kelompok, hingga fanatisme mazhab seringkali menjadi pemicu perselisihan dan konflik di kalangan umat Islam. Akibatnya, kekuatan umat menjadi lemah dan mudah dipecah belah oleh musuh-musuh Islam. Mengikuti budaya orang-orang kafir yang bertentangan dengan syariat Islam, serta upaya merubah syariat, menjadi bukti nyata kemunduran yang mengikis identitas dan persatuan umat. Merajut Kembali Kejayaan Kemunduran yang kita saksikan hari ini adalah alarm bagi seluruh umat Islam. Kemungkaran yang merajalela, perpecahan yang tak kunjung usai, dan kecenderungan untuk mengikuti budaya non-Muslim yang bertentangan dengan ajaran Islam, adalah indikator bahwa kita telah menyimpang dari jalan ideal sebagai seorang Muslim. Untuk merajut kembali kejayaan umat, kita harus kembali pada nilai-nilai fundamental yang diajarkan dalam Al-Quran dan Sunnah: Perkuat Keimanan: Jadikan tauhid sebagai pondasi utama dalam setiap tindakan dan pemikiran. 

Aktifkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar: Mulai dari diri sendiri, keluarga, hingga masyarakat luas, dengan hikmah dan cara yang santun. Tumbuhkan Sikap Wasathiyah: Hindari ekstremisme, kedepankan keadilan, dan jadilah pribadi yang seimbang. Rajut Kembali Persatuan: Singkirkan ego dan perbedaan, fokus pada persamaan sebagai sesama Muslim, dan bersatu di bawah panji Islam. Dengan kembali pada prinsip-prinsip ini, insya Allah kita dapat merekonstruksi identitas Muslim yang ideal dan mengembalikan kejayaan umat Islam di mata dunia, menjadi teladan kebaikan dan keadilan bagi seluruh umat manusia.
Share:

Jalan Menuju Derajat Tinggi di Sisi Allah SWT

Dalam perjalanan hidup seorang Muslim, dua pilar utama yang menjadi penopang kokoh keimanan dan ketaatan adalah ikhlas dan istiqomah. Keduanya saling melengkapi, membentuk karakter seorang hamba yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta mengantarkannya pada derajat yang mulia di sisi-Nya.
Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya: Fondasi Utama Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 69-70: " Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Maha Mengetahui."
Ayat ini menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kunci untuk meraih kedudukan tertinggi di akhirat, yaitu berkumpul bersama para nabi, shiddiqin (orang-orang yang sangat benar keimanannya), syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan orang-orang saleh. Ini adalah derajat yang paling agung di sisi Allah SWT.
Oleh karena itu, marilah kita berupaya sekuat tenaga untuk senantiasa berjalan di jalan-Nya, mengikuti dan menghidupkan sunah-sunah Nabi Muhammad SAW. Meskipun derajat kita mungkin berbeda dengan para kekasih Allah tersebut, dengan mengikuti jejak langkah mereka, kita berharap dapat bersama-sama dengan mereka di akhirat kelak. Bukti cinta kita kepada Nabi adalah dengan menjalankan syariat dan sunah-sunah beliau dalam setiap aspek kehidupan.
Menjaga Hubungan dengan Ilmu dan Teladan Nabi Untuk mengukuhkan keimanan dan ketaatan, ada dua cara penting dalam menjaga hubungan dengan kebaikan:
Duduk bersama orang-orang saleh: Mencari majelis ilmu, berkumpul dengan para ulama, kyai, guru, dan orang-orang saleh untuk belajar agama, mengaji bersama, dan mengambil hikmah dari nasihat-nasihat mereka. Lingkungan yang baik akan senantiasa mendorong kita pada kebaikan.
Rafa' atau Ittiba': Ini berarti mengikuti ajaran, perintah, dan contoh dari Nabi Muhammad SAW dalam segala aspek kehidupan, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan yang beliau tinggalkan. Inilah esensi dari meneladani Rasulullah.
Bahkan ketika guru-guru kita, para kyai, dan orang-orang yang pernah menasihati kita telah tiada, ingatan akan petuah-petuah mereka dan upaya kita untuk terus menjalankan amalan yang mereka ajarkan adalah bentuk istiqomah dan ikhlas yang sangat mulia.
Keutamaan Ikhlas dan Istiqomah
Kekuatan Ikhlas Ikhlas adalah melakukan suatu amalan semata-mata karena Allah SWT, tanpa mengharapkan pujian, balasan, atau keuntungan duniawi lainnya. Orang yang ikhlas akan selalu mendapatkan pertolongan Allah di mana pun ia berada.
Sebuah pernyataan yang sering dikutip dari Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan: " Semua manusia celaka kecuali orang yang berilmu, semua orang yang berilmu celaka kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, dan semua orang yang mengamalkan ilmunya celaka kecuali orang yang ikhlas." Pernyataan ini menunjukkan betapa krusialnya keikhlasan dalam setiap amal perbuatan.
Kisah-kisah para nabi, seperti Nabi Yusuf AS dan Nabi Musa AS, yang diselamatkan oleh Allah SWT, sebagian besar disebabkan oleh keikhlasan mereka dalam menghadapi ujian dan menjalankan perintah Allah.
Pentingnya Istiqomah
Istiqomah berarti teguh, konsisten, dan tidak pernah goyah dalam menjalankan segala bentuk kebaikan serta menjauhi segala larangan Allah, dalam situasi apapun. Seseorang yang istiqomah akan tetap berada di jalan yang benar, baik dalam keadaan senang maupun susah, lapang maupun sempit. Sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Fatihah ayat 6, "Tunjukilah kami jalan yang lurus," ini adalah permohonan agar senantiasa diberikan petunjuk dan bimbingan untuk menempuh jalan Islam yang lurus, yang mengantarkan pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kita dianjurkan untuk selalu taat dan istiqomah dalam keadaan apa pun, meskipun kita senantiasa dihadapkan dengan tantangan dan godaan hidup. Pentingnya menjaga keistiqomahan sangatlah besar. Amal apapun, meskipun kecil, jika dilakukan dengan istiqomah, akan memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Dengan menjaga keistiqomahan, seseorang bisa menjadi wali Allah, yaitu kekasih Allah yang benar-benar menjaga syariat-Nya dengan sempurna dalam suasana dan keadaan apa pun.
Kisah-Kisah Inspiratif Ikhlas dan Istiqomah
Banyak kisah dari orang-orang saleh yang menunjukkan bagaimana amalan yang terlihat sepele di mata manusia, namun dilakukan dengan ikhlas dan istiqomah, dapat menjadi amal yang besar dan dahsyat di mata Allah:
Kisah seorang anak yang berbakti kepada ibunya: Keistiqomahannya dalam berbakti menjadikan ia seorang wali Allah. Kisah seorang gembala kerbau: Jenazahnya tetap utuh dan awet setelah meninggal dunia karena ia senantiasa bersedekah dengan istiqomah, meskipun amalannya sedikit. Kisah penjual pecel keliling: Jenazahnya tetap utuh setelah 10 tahun meninggal karena kedermawanan dan keistiqomahannya dalam beramal. Kisah Bilal bin Rabah dan Abdullah bin Ummi Maktum: Dua sahabat Nabi yang dikenal istiqomah dalam mengumandangkan azan pada zamannya. Keistiqomahan mereka dalam menjalankan amalan azan, bahkan melakukan salat malam sebelum azan Subuh, menjadikan mereka wali Allah dan memiliki derajat tinggi di sisi-Nya.
Amalan yang sepele, jika dilakukan dengan ikhlas dan istiqomah, akan menjadi amalan besar dan dahsyat di mata Allah, bahkan bisa membuat jenazah dimuliakan Allah dan tidak disentuh oleh jasad renik.
Rahmat dari Amalan Ibadah Ketika kita membaca Surah Yasin untuk orang yang sudah meninggal, amalan tersebut tidak hanya mendatangkan rahmat Allah untuk almarhum atau orang yang membaca, tetapi juga rahmat bagi lingkungan sekitarnya. Misalnya, membaca Yasin di sekitar makam orang tua, harapannya adalah rahmat Allah akan turun untuk seluruh area sekitarnya. Ini menunjukkan betapa luasnya dampak dari amalan yang dilakukan dengan niat tulus dan konsisten.




Share:

Menggali Kedalaman Diri Melalui Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Islam


Pengajian Subuh Bersama Ustadz Safarudin Maulana, Lc. 
Ahad, 6 Juli 2025 

Pada Ahad pagi yang berkah, 6 Juli 2025, suasana syahdu menyelimuti majelis Pengajian Subuh bersama Ustaz Safarudin Maulana, Lc. Dalam ceramahnya, Ustadz Safarudin Maulana mengupas tuntas tentang Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) yang digagas oleh Daniel Goleman, serta relevansinya dengan ajaran Islam. Beliau menekankan bahwa kecerdasan emosional adalah fondasi dasar bagi ketahanan hidup manusia, di mana individu yang sejahtera adalah mereka yang mampu menguasai diri sendiri. 
Memahami Empat Ketakutan Dasar Manusia Ustadz Safarudin Maulana menjelaskan bahwa sepanjang sejarah manusia, dari 5000 tahun silam hingga kini, ada empat rasa takut utama yang tak pernah berevolusi dan telah tertanam dalam DNA kita sebagai kebutuhan dasar: 
  • Takut untuk tidak dicintai: Ketakutan akan penolakan atau kehilangan kasih sayang. 
  • Takut tidak diakui: Kekhawatiran tidak mendapat validasi atau pengakuan dari orang lain. 
  • Takut terlihat tidak sempurna: Meskipun Al-Qur'an menyatakan "Faahsani taqwin" (penciptaan manusia itu sempurna), ketakutan ini masih menghantui. Ustadz Safarudin menjelaskan bahwa kesempurnaan manusia terlihat dari tujuh sistem yang bekerja selaras, mulai dari kerangka tulang yang kuat, otot-otot penopang yang kokoh, hingga sistem hati nurani yang peka. 
  • Takut terlihat tidak baik: Kekhawatiran akan citra diri yang negatif di mata masyarakat. 
Islam dan Penaklukan Ketakutan Agama Islam, dengan segala ajarannya, sangat memahami dan memberikan solusi atas ketakutan-ketakutan fundamental ini. Syariat Islam selalu relevan dalam membentengi diri dari kerentanan emosional tersebut. Ustadz Safarudin Maulana kemudian merujuk pada pesan-pesan kunci dari Rasulullah SAW yang menjadi panduan bagi umat Muslim: 
  • Ikhlas dalam Seluruh Amal: Rasulullah SAW mengajarkan pentingnya keikhlasan dalam setiap amal perbuatan. Untuk mencapai tingkat keikhlasan ini, manusia ditempa melalui berbagai ritual ibadah, bahkan dianjurkan agar tidak terlihat oleh orang lain. Ikhlas membantu membebaskan diri dari ketakutan akan penilaian dan pengakuan manusia, karena fokus hanya tertuju pada ridha Allah SWT. 
  • Menyambung Silaturahmi: Perintah untuk menyambung silaturahmi menjadi benteng ampuh terhadap ketakutan tidak diakui dan terlihat tidak sempurna. Silaturahmi yang didasari keikhlasan akan menumbuhkan rasa cinta, penerimaan, dan persaudaraan yang tulus, mengurangi kecemasan akan isolasi sosial atau kekurangan diri. 
  • Sholat Malam Saat Manusia Tidur: Rasulullah SAW bersabda, "Sholat malamlah sementara manusia tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan keselamatan." Sholat malam atau Qiyamul Lail adalah praktik spiritual yang mendalam, mengajarkan umat Islam bagaimana bertumbuh secara spiritual dan emosional. Melalui ibadah yang bersifat personal ini, seseorang dapat mencapai ketenangan batin, menguatkan koneksi dengan Sang Pencipta, dan melepaskan diri dari belenggu ketakutan duniawi. Kebaikan dan Penurunan Ego Ustadz Safarudin Maulana juga menegaskan ajaran Rasulullah SAW bahwa apabila kita memberi kebaikan, kebaikan itu akan kembali juga kepada kita. 
Kebaikan yang dilandasi keikhlasan tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga secara signifikan dapat menurunkan ego kita. Ketika ego terkikis, ketakutan-ketakutan dasar yang berpusat pada diri sendiri akan memudar, digantikan oleh rasa damai dan kepuasan batin. 
Pada akhirnya, Ustadz Safarudin Maulana menutup ceramahnya dengan menegaskan bahwa tidak ada ilmu yang bertentangan dengan agama Islam. Islam adalah agama yang sempurna, menyediakan panduan komprehensif bagi kesejahteraan lahir dan batin manusia, termasuk dalam mengelola kecerdasan emosional. 
Semoga pengajian ini semakin menumbuhkan cinta kita kepada Islam dan menginspirasi kita untuk terus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.





Share:

Memaknai Tahun Baru Hijriyah: Spirit Persatuan, Ilmu, dan Kedermawanan

Pengajian Subuh, Ahad, 29 Juni 2025 
Bersama Ustad Zein Faqih 
Oleh Dwi Budi Prasojo,SKM


Alhamdulillah, kita patut bersyukur atas nikmat usia dan kesempatan yang masih Allah berikan untuk menyambut tahun baru 1447 Hijriyah. Momen pergantian tahun ini bukan sekadar penanda waktu, melainkan juga panggilan untuk merenungi kondisi umat dan dunia. Di tengah suka cita menyambut tahun baru, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang menguji keimanan dan kemanusiaan. Tantangan Internal dan Eksternal Umat Ustad Zein Faqih dalam pengajian subuh ini menggarisbawahi betapa banyak hal yang memprihatinkan di tahun ini. Di satu sisi, ancaman peperangan terus mengintai, membahayakan nyawa manusia tanpa pandang bulu. Konflik global dan regional seolah mengingatkan kita akan kerapuhan perdamaian. Namun, di sisi lain, kita juga menghadapi ancaman yang tak kalah serius dari dalam diri manusia itu sendiri: pergaulan bebas, narkoba, penyebaran penyakit, dan melemahnya iman. 
Fenomena-fenomena ini menggerogoti moral dan spiritualitas umat, menciptakan kerusakan yang masif dari dalam. Mengingat betapa berharganya setiap jiwa dalam Islam, Ustad Zein Faqih mengingatkan kita pada firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah ayat 32 terkait pembunuhan pertama di dunia yang dilakukan Qabil terhadap Habil: 
"Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya." 
Ayat ini secara tegas menunjukkan betapa Islam sangat menjunjung tinggi nilai satu nyawa manusia. Menjaga keselamatan satu individu sama saja dengan menjaga keselamatan seluruh umat manusia. Ini adalah prinsip universal yang harus kita pegang teguh. Teladan Sahabat Nabi: Inspirasi Abadi Dalam semangat menjaga keselamatan dan persatuan, kita diajak untuk senantiasa saling tolong-menolong dalam iman dan kebaikan. Ustad Zein Faqih kemudian mengingatkan kita tentang sepuluh sahabat yang dijamin Rasulullah ﷺ masuk surga, sebuah bukti nyata dari dedikasi dan keimanan yang luar biasa: 

Empat Khalifah Rasyidin: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Thalhah bin Ubaidillah Zubair bin Awwam Abdurrahman bin Auf Sa'ad bin Abi Waqqas Sa'id bin Zaid Abu Ubaidah bin Al-Jarrah Kisah-kisah perjuangan mereka dalam membela Rasulullah dan agama Allah harus terus kita ceritakan kepada anak cucu kita. Kisah-kisah heroik ini bukan sekadar dongeng, melainkan sumber inspirasi yang tak ada habisnya dalam menumbuhkan perilaku ketakwaan dan kecintaan kepada Allah SWT. 
Mereka adalah mercusuar keimanan yang menunjukkan bagaimana seharusnya seorang Muslim hidup dan berjuang. Tiga Spirit Utama Memaknai Tahun Baru Hijriyah Untuk memastikan setiap nyawa manusia tidak terancam, dan agar kita bisa menjalani tahun baru Hijriyah ini dengan penuh berkah, Ustad Zein Faqih menyerukan tiga spirit utama: 

Spirit Menjaga Persatuan dan Kesatuan: 
Hikmah besar dari Hijrahnya Rasulullah ﷺ adalah persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin. Mereka menyatukan hati, saling membantu, dan membangun fondasi masyarakat Islam yang kuat. 
Spirit ini sangat relevan di masa kini, terutama di kalangan sesama kaum Muslimin. Persatuan adalah kekuatan kita. 
Spirit Menuntut Ilmu dan Beribadah: 
Mengisi waktu dengan menuntut ilmu dan memperbanyak ibadah adalah benteng utama dari pergaulan dan perilaku yang tidak baik. Ilmu akan membimbing kita pada kebenaran, sementara ibadah akan menguatkan iman dan menjauhkan kita dari kemaksiatan. Inilah kunci untuk menjaga diri dan keluarga dari ancaman internal. 
Spirit Ekonomi dan Kedermawanan: 
Tahun baru Hijriyah juga harus menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian sosial dan ekonomi. Membantu sesama, bersedekah dengan ringan hati, dan menyumbangkan harta di jalan Allah adalah bentuk nyata dari iman. Terutama bagi saudara-saudara kita yang sedang mengalami kesulitan hidup, uluran tangan kita bisa menjadi harapan dan penyelamat. Mari kita jadikan tahun 1447 Hijriyah ini sebagai tahun kebangkitan umat, di mana setiap individu berkomitmen untuk menjaga persatuan, memperdalam ilmu dan ibadah, serta menguatkan solidaritas ekonomi. Dengan demikian, insya Allah, kita akan menjadi umat yang kokoh, sejahtera, dan diberkahi Allah SWT.
Share:

Undangan Kajian Rutin Ahad Pagi: Menyongsong Ilmu Bersama Ustadz Zein Faqih


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, 
Mari sama-sama merapat, mencari keberkahan dan menambah khazanah ilmu di Kajian Rutin Ahad Pagi yang insya Allah akan dilaksanakan besok: 
Hari/Tanggal: Ahad, 29 Juni 2025 
Waktu: Pukul 05.00 WIB (Ba'da Subuh) 
Bersama: Ustadz Zein Faqih dari NUSA 
Tempat: Masjid Al Mu'minun, Perumahan Gayam Permai 


Kajian Ahad Pagi adalah momen berharga bagi kita untuk memulai hari dengan siraman rohani, memahami lebih dalam ajaran agama, dan menguatkan keimanan. Kehadiran Ustadz Zein Faqih dari NUSA diharapkan dapat memberikan pencerahan dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Jangan lewatkan kesempatan emas ini untuk berkumpul dalam majelis ilmu, mempererat tali silaturahmi, dan meraih pahala kebaikan. 
Ajak serta keluarga, sahabat, dan kerabat Anda untuk bersama-sama menghadiri kajian ini. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa memudahkan langkah kita dalam menuntut ilmu dan memberikan keberkahan atas setiap usaha kita. 
 Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Share:

Langkah Yang Bermanfaat

Langkah Yang Bermanfaat
Kajian Rutin Ahad Pagi, 22 Juni 2025: Ustadz Andi 

1 Muharram 1447, akan segera tiba. Momen ini bukan sekadar pergantian angka di kalender, melainkan sebuah kesempatan emas untuk merenungkan perjalanan hidup yang telah dilalui dan merancang masa depan yang lebih baik. Dengan berpegang teguh pada tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah, mari kita siapkan diri menghadap Allah SWT dengan hati yang tenang dan amal yang memberatkan timbangan. Membangun Keluarga yang Qurrota A'yun Salah satu doa indah yang diabadikan dalam Al-Qur'an adalah permohonan agar dikaruniai keluarga yang menjadi penyejuk hati: 

QS. Al-Furqan (25): 74: "Rabbanā hab lanā min azwājinā wa dhurriyyātinā qurrata a'yun, waj'alnā lil-muttaqīna imāmā.
Artinya: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." 

Doa ini mengandung makna yang sangat dalam. Bukan hanya sekadar meminta keturunan yang saleh, tetapi juga keluarga yang membawa kebahagiaan dan ketenangan, serta mampu menjadi teladan bagi orang-orang di sekitar. Untuk mewujudkan ini, dibutuhkan usaha bersama dari setiap anggota keluarga, terutama dalam menjaga kualitas ibadah. Salat: Tiang Agama dan Amalan Pertama yang Dihisab Salat adalah pilar utama agama Islam dan amalan pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat. 
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada Hari Kiamat adalah salatnya." (HR. At-Tirmidzi). 
Ini menunjukkan betapa krusialnya peran salat dalam kehidupan seorang Muslim. Lalu, bagaimana dengan salat anak-anak dan pasangan kita? Sebagai orang tua dan pasangan, kita memiliki tanggung jawab besar untuk membimbing mereka agar istiqamah dalam mendirikan salat. Mengajarkan, mengingatkan, dan memberikan teladan adalah kunci agar salat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. 
Dengan begitu, salat tidak hanya menjadi kewajiban ritual, tetapi juga benteng yang menghalangi dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah: 
 "...Innāṣ-ṣalāta tanhā 'anil-faḥsyā'i wal-munkar..." Artinya: "...Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar..." (QS. Al-Ankabut (29): 45). 

 Refleksi Diri Menuju Usia 40 Tahun
Usia 40 tahun seringkali disebut sebagai "usia kematangan". Pada usia ini, seseorang diharapkan telah mencapai puncak kedewasaan akal dan spiritual. 
Firman Allah dalam QS. As-Saffat (37): 100 yang merupakan doa Nabi Ibrahim AS: "Rabbi hab lī minaṣ-ṣāliḥīn." Artinya: "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." 
Doa ini sering dikaitkan dengan keinginan untuk memiliki keturunan yang saleh. Namun, dalam konteks refleksi diri, doa ini juga dapat dimaknai sebagai permohonan agar kita senantiasa menjadi pribadi yang saleh di setiap fase kehidupan, terutama ketika mencapai usia 40 tahun. Ini adalah momen untuk mengevaluasi kembali sejauh mana kita telah mencapai potensi diri dan berkontribusi kepada umat. 

Empat Pertanyaan Allah di Hari Kiamat 
Hadis Rasulullah SAW menjadi pengingat yang sangat kuat tentang pertanggungjawaban kita di akhirat: "Kedua kaki seseorang tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai diberi pertanyaan (tentang) umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa dimanfaatkan, hartanya dari mana (diperoleh) dan untuk apa dibelanjakan, dan tubuhnya untuk apa digunakan." (HR. At-Tirmidzi) 
Empat pertanyaan ini adalah cerminan dari seluruh aspek kehidupan kita: 
  • Umur: Setiap detik kehidupan adalah anugerah. Sudahkah kita menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat dan mendekatkan diri kepada Allah? 
  • Ilmu: Ilmu yang kita miliki, baik ilmu agama maupun ilmu dunia, haruslah diamalkan dan disebarkan untuk kemaslahatan umat. 
  • Harta: Harta adalah titipan. Penting untuk memastikan bahwa harta kita diperoleh dari jalan yang halal dan dibelanjakan di jalan Allah, bukan untuk kesombongan apalagi terjebak dalam riba yang dilaknat. Jauhi hutang yang riba karena ia membawa kehancuran baik di dunia maupun di akhirat. 
  • Tubuh: Mata, telinga, tangan, dan kaki kita adalah amanah. Sudahkah kita menggunakannya untuk melihat kebaikan, mendengar hal yang baik, berbuat kebaikan, dan melangkah di jalan yang diridai-Nya? Jangan Sampai Harta Memalingkan Kita Kisah Nabi Sulaiman AS dan Qarun memberikan pelajaran berharga tentang harta. 
Nabi Sulaiman adalah figur yang kaya raya namun selalu bersyukur dengan mengucapkan "Hadza min fadli Rabbi" (Ini termasuk karunia Tuhanku). Beliau menggunakan kekayaannya untuk beribadah dan menyebarkan kebaikan. Sebaliknya, Qarun, yang sangat kaya, menjadi sombong dan kufur nikmat, hingga akhirnya ditenggelamkan bersama hartanya. Hadis tentang kaum muhajirin yang miskin yang mendahului masuk surga 40 tahun sebelum orang kaya, juga menjadi renungan penting. Ini bukan berarti kemiskinan lebih mulia dari kekayaan, melainkan tentang hati yang terpaut pada Allah, bukan pada harta. 
Harta bisa menjadi ujian, dan hanya mereka yang mampu mengelolanya dengan baik, tanpa tergoda pada kesombongan dan riba, yang akan selamat. Menyongsong 1447 Hijriyah dengan Persiapan Matang Tahun baru 1447 Hijriyah adalah momen untuk memperbarui niat dan menguatkan tekad. Mari kita jadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk: Meningkatkan kualitas salat dan membimbing keluarga untuk senantiasa mendirikannya. Memperbanyak doa agar dikaruniai keluarga yang qurrota a'yun. Memanfaatkan sisa umur dengan sebaik-baiknya, mengamalkan ilmu, dan menggunakan harta serta tubuh di jalan yang benar. 
Menghindari riba dalam segala bentuknya dan membersihkan harta dari hal yang syubhat. Menjadi pribadi yang bersyukur atas segala nikmat, layaknya Nabi Sulaiman, dan menjauhi sifat kufur nikmat. Dengan persiapan yang matang dan kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, semoga kita semua dapat menyongsong tahun baru 1447 Hijriyah dengan semangat baru dan menjadi hamba-Nya yang senantiasa dalam lindungan dan ridha-Nya.















Share:

Footer Link

Pengumuman

  1. Tamu yang menginap 1x24 jam harus lapor RT.
  2. Dilarang Parkir Mobil di Jalan Perumahan
  3. Segala Jenis Truk dilarang Memasuki Jalan Perumahan

info ronda

Pelaksanaan Ronda lingkungan dimulai pukul 22.00 WIB s.d. Menyesuaikan Kondisi

Recent Posts

POSTINGAN TERBARU

Recent Posts Widget