Mencintai Allah SWT
Syekh Nawawi dalam kitab yang ditulisnya menyampaikan sebagian ulama berkata cinta kepada Allah memiliki 10 arti, bila dilihat dari segi seorang hamba yang mencintai-Nya.
Pertama, hamba meyakini sesungguhnya hanya Allah ta'ala yang dipuji dari sudut manapun dan dipuji dengan setiap sifat dari sifat-sifat-Nya.
Kedua, hamba meyakini Allah adalah Dzat yang berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya dan Dzat yang memberi nikmat dan anugerah kepada mereka.
Ketiga, hamba meyakini perbuatan baik Allah kepadanya tidak dapat dibandingkan dengan ucapan atau perbuatan baiknya, meskipun sempurna dan banyak.
Keempat, hamba meyakini hukum-hukum Allah dan tuntutan-tuntutan-Nya itu sedikit baginya.
Kelima, dalam setiap waktu, hamba selalu merasa takut jika berpaling dari Allah ta'ala dan merasa takut jika kemuliaan yang Allah berikan kepadanya seperti makrifat, tauhid, dan yang lainnya akan hilang dari dirinya.
Keenam, hamba melihat dalam setiap keadaan dan pikirannya selalu membutuhkan Allah dan tidak bisa merasa tidak butuh Allah.
Ketujuh, hamba selalu menyebut atau berzikir Allah dengan zikir yang terbaik sesuai dengan kapasitas kemampuannya.
Kedelapan, hamba sangat senang melaksanakan ibadah-ibadah fardhunya dan senang mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah sunah sesuai dengan kapasitas kemampuannya.
Kesembilan, hamba merasa senang jika mendengar orang lain sedang memuji Allah dan beribadah kepada-Nya serta senang melihat orang lain berjuang di jalan-Nya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan dengan bentuk perjuangan mengorbankan diri dan harta.
Kesepuluh, jika hamba mendengar orang lain berzikir Allah maka dia akan menolongnya.
Pertolongan Allah Juga dapat Melalui Orang Lain
Kajian Ramadan Ba'da Subuh, 09 April 2022 |
"Karena hanya bertawakal hanya kepada Allah SWT seorang ahli ibadah tidak mau diselamatkan saat terjadi banjir, yang menyebabkan dia (ahli ibadah) mati karena hal tersebut"
Disaat air banjir sudah menyentuh lutut, tetangga dan teman-temannya datang mengajak ahli ibadah itu untuk menyelamatkan diri. Bahkan orang-orang itu siap menggendong sang ahli ibadah yang memang tak lagi muda itu jika tak mampu berjalan cepat. Namun, ahli ibadah itu menolak dan mengusir orang yang hendak menolongnya.
Ia berkata, aku tidak butuh pertolongan manusia, cukuplah Allah sebagai penolongku. Kejadian berulang, sampai air setinggi dada, tetangganya datang dengan mengendarai unta. Namun, ia tetap pada pendiriannya. Tidak mau pergi menyelamatkan diri dengan ucapan yang sama.
Namun ia tetap pada pendiriannya. Sampai akhirnya banjir besar datang, tetangga dan teman-temannya selamat di atas bahtera dengan Nabi Nuh as, ahli ibadah itu meninggal tersapu banjir besar.
Dikisahkan bahwa orang ahli ibadah itu bertanya kepada Allah, mengapa Engkau tidak menolongku, bukankah aku telah habiskan usiaku untuk ibadah kepada-Mu. Allah SWT pun menjawab dengan tersenyum, “Bukankah Aku telah kirim tiga kali pertolongan untuk menyelamatkan dirimu. Tetapi hatimu sombong dan angkuh untuk menerima pertolongan yang aku kirimkan kepada dirimu.”
Ahli ibadah itu pun menambahkan jawaban bahwa tidak ada kiriman bantuan dari Allah. Lalu Allah tersenyum dan menjawab bahwa tetangga yang datang tiga kali itu adalah kiriman pertolongan dari Allah. Ahli ibadah itu pun bertanya, jadi Engkau yang kirimkan mereka itu, ya Allah. Allah pun menjawab, “Bukankah yang berkuasa atas hati manusia itu adalah Aku.”
Hibroh dari cerita di atas adalah merasa diri sudah sangat dekat dengan Allah SWT kemudian tidak membutuhkan bantuan manusia adalah bentuk kesombongan. Sehingga jangan pernah merasa sudah baik, sudah banyak amal, sudah banyak ibadah, lantas tidak memperhatikan sisi-sisi lain yang secara Sunnatullah manusia adalah makluk sosial. Bentuk bantuan Allah melalui hamba-hamba-Nya yang lain. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda bahwa tidak dianggap bersyukur kepada Allah orang yang tidak bisa bersyukur kepada manusia lainnya.
Sumber: https://masimamnawawi.com/
Orang Yang Bangkrut
Suatu riwayat menyebutkan, Rasulullah pernah berdiskusi dengan para sahabatnya tentang definisi orang yang merugi. “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” tanya Rasul SAW. Para sahabat berpendapat, orang bangkrut adalah mereka yang tidak mempunyai dirham maupun dinar. Ada juga yang berpendapat, mereka yang rugi dalam perdagangan. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji.
"Namun, di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang (secara batil), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya. Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang menuntutnya, dosa orang yang menuntutnya diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).
Hadis ini mengubah cara pandang para sahabat tentang kerugian yang sebenarnya bukanlah persoalan harta, melainkan amal ibadah. Amal ibadah tak bernilai apa-apa kecuali diikuti dengan amal sosial.Pahala menggunung tak ada artinya tanpa diikuti dengan akhlak yang baik. Baiknya pemahaman agama seseorang dibuktikan dengan baiknya akhlak dan perilaku. Rasulullah pernah bersabda, “Kebanyakan yang menjadikan manusia masuk surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” (HR Ahmad).
Sebagaimana kisah berangkat haji seorang tabi’in, Ali bin Muwaffaq. Dari 60 ribu jamaah haji yang datang ke Tanah Suci, hanya Ali bin Muwaffaq seorang yang mabrur. Padahal, sebenarnya ia tak pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci. Ali menemukan satu keluarga yang kelaparan dalam perjalanan hajinya dari Damaskus. Ia pun membatalkan perjalanan hajinya dan memberikan bekalnya kepada orang yang kelaparan itu.
Kisah masyhur yang ditulis Abdullah bin Mubarak ini mengisyaratkan, tak ada artinya ibadah sehebat apa pun tanpa peduli dengan kondisi sosial. Betapa banyak mereka yang pulang pergi ke Tanah Suci, tetapi tetangganya sendiri berada dalam kesusahan. Apa artinya seorang Muslim berangkat haji dari lingkungan yang melarat dan kelaparan.
Ibadah haji sebagai rukun Islam terakhir menjadi ibadah tertinggi di sisi Allah. Tak ada balasan yang lebih pantas bagi seorang yang mendapatkan haji mabrur kecuali surga. Namun, pada kenyataannya, kepedulian sosial jauh lebih mahal harganya daripada ibadah individual. Menyakiti orang lain bisa menghapuskan nilai ibadah yang telah susah payah diperjuangkan.
Kepedulian seorang Ali bin Muwaffaq telah menuntunnya mendapatkan haji mabrur. Kendati tak pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci, ia diberikan hadiah haji mabrur dari Sang Khaliq. Memperlihatkan akhlak yang baik merupakan bukti kesempurnaan ibadah seseorang.
Allah SWT tak menginginkan hasil. Ia hanya melihat prosesnya. Proses perjalanan haji seorang Ali bin Muwaffaq telah memperlihatkan akhlak yang agung. Itulah alasannya ia mendapatkan balasan yang baik dari perjalanan hajinya. Rasulullah SAW dikenal sebagai orang yang paling baik akhlaknya. Lisannya tak pernah menghardik, apalagi menyakiti orang lain.
Sikap dan tindak tanduk beliau senantiasa disukai, baik kawan maupun lawan. Tak pernah Rasulullah melukai siapa pun.
Baiknya hubungan vertikal kepada Allah SWT harus dipadu dengan hubungan horizontal kepada sesama manusia. Keindahan Islam terlihat dari keagungan akhlak para penganutnya. Mereka yang dilembutkan hatinya (mualaf) terbuka untuk menerima Islam sebagai agamanya kebanyakan karena melihat keindahan akhlak yang dituntunkan Islam.
Akhuna Aldy From Solo
Hari kedua pelaksanaan kegiatan amaliyah Ramadhan di Mushola Al Mu'minun Perumahan Gayam Permai bertambah. Hal ini dikarenakan ada beberapa jamaah yang pada awal Ramadhan dilaksanakaan pada Hari Minggu (Ikut berdasar, Rukyat). Ada perbedaan ini tidak menghalangi jamaah untuk melaksanakan kegiatan di Bulan Ramadhan ini. Hal ini bentuk kedewasaan dari semua pihak, masyarakat bahwa perbedaan itu sebagai sebuah rahmat.Akhuna Aldy
Mendapatkan giliran Imam dari Pondok Tahfidz "Nusa", bersama Akhuna Aldy dari Solo. Akhuna Aldy berperawakan Arab, memang keturunan Arab. Menjadi Imam dan memberikan Pengajian dan Kultum.
Jamaah wawas pada rakaat pertama, jangan-jangan yang dibaca surat yang panjang. Alhamdulillah...hehe. Yang dibaca pada raka'at pertama adalah Surat Abasa.
Ramadhan Corner, 1443 H
Ditengah perbedaan penentuan awal Ramadhan, Takmir Masjid Al Mu'minun menetapkan 1 Ramadhan 1443H/ Tahun 2022 sesuai yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah.
Puji syukur kita haturkan ke hadirat Allah SWT, shalawat dan salam tak lupa kita sampaikan kepada Nabi akhir jaman, Muhammad SAW, Tokoh pembaharu umat, pembawa risalah yang mengangkat derajat manusia.
Diberitahukan dengan hormat bahwa, Bulan Suci Ramadhan tahun 1443H/2022M akan segera tiba.
Sehubungan dengan hal tersebut kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.Menyambut Bulan Ramadhan 1443H dengan suka cita karena bulan penuh Rahmat, Barokah dan Maghfiroh.
2.Membersihkan lingkungan sekitar rumah masing-masing, tempat ibadah, alat perlengkapan ibadah, memasang lampu penerang agar suasana Ramadhan terasa lebih meriah dan semarak
3.Mengikuti kegiatan Amaliyah Ramadhan yang diselenggarakan di Masjid Al Mu’minun antara lain:
- Sholat Tarawih berjamaah 11 rakaat dengan Protokol Kesehatan Awal Sholat Tarawih pada Hari Jumat, 01 April 2022 Pukul 19.35 WIB
- Tadarus Al Qur’an ba’da Sholat Tarawih
- Penerimaan dan Penyaluran Zakat Fitrah dan Zakat Mal
- Pengumpulan Sumbangan oleh Asy Syifa yang disalurkan kepada panti asuhan,PRT dll.
- Sholat Idul Fitri di halaman Masjid Al Mu’minun
- Halal Bi Halal Warga Perumahan (Ba’da Sholat Ied)
- Imam Sholat Tarawih:
1.Bp. Ir.Lukman Jarir
2.Bp. Yusman, SHI
3.Bp. Lukman, Amd
4.Bp. Susianto,SKM
5.Ustadz dari Pondok Tahfidz “NUSA”
Demikian untuk menjadikan periksa dan terimakasih.
Marhaban Ya Ramadhan
Bentuk Kegiatan Akan di publikasikan di website: https://www.gayampermai-bna.site