Dalam perjalanan hidup seorang Muslim, dua pilar utama yang menjadi penopang kokoh keimanan dan ketaatan adalah ikhlas dan istiqomah. Keduanya saling melengkapi, membentuk karakter seorang hamba yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta mengantarkannya pada derajat yang mulia di sisi-Nya.
Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya: Fondasi Utama
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 69-70:
" Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Maha Mengetahui."
Ayat ini menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kunci untuk meraih kedudukan tertinggi di akhirat, yaitu berkumpul bersama para nabi, shiddiqin (orang-orang yang sangat benar keimanannya), syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan orang-orang saleh. Ini adalah derajat yang paling agung di sisi Allah SWT.
Oleh karena itu, marilah kita berupaya sekuat tenaga untuk senantiasa berjalan di jalan-Nya, mengikuti dan menghidupkan sunah-sunah Nabi Muhammad SAW. Meskipun derajat kita mungkin berbeda dengan para kekasih Allah tersebut, dengan mengikuti jejak langkah mereka, kita berharap dapat bersama-sama dengan mereka di akhirat kelak. Bukti cinta kita kepada Nabi adalah dengan menjalankan syariat dan sunah-sunah beliau dalam setiap aspek kehidupan.
Menjaga Hubungan dengan Ilmu dan Teladan Nabi
Untuk mengukuhkan keimanan dan ketaatan, ada dua cara penting dalam menjaga hubungan dengan kebaikan:
Duduk bersama orang-orang saleh: Mencari majelis ilmu, berkumpul dengan para ulama, kyai, guru, dan orang-orang saleh untuk belajar agama, mengaji bersama, dan mengambil hikmah dari nasihat-nasihat mereka. Lingkungan yang baik akan senantiasa mendorong kita pada kebaikan.
Rafa' atau Ittiba': Ini berarti mengikuti ajaran, perintah, dan contoh dari Nabi Muhammad SAW dalam segala aspek kehidupan, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan yang beliau tinggalkan. Inilah esensi dari meneladani Rasulullah.
Bahkan ketika guru-guru kita, para kyai, dan orang-orang yang pernah menasihati kita telah tiada, ingatan akan petuah-petuah mereka dan upaya kita untuk terus menjalankan amalan yang mereka ajarkan adalah bentuk istiqomah dan ikhlas yang sangat mulia.
Keutamaan Ikhlas dan Istiqomah
Kekuatan Ikhlas
Ikhlas adalah melakukan suatu amalan semata-mata karena Allah SWT, tanpa mengharapkan pujian, balasan, atau keuntungan duniawi lainnya. Orang yang ikhlas akan selalu mendapatkan pertolongan Allah di mana pun ia berada.
Sebuah pernyataan yang sering dikutip dari Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan: " Semua manusia celaka kecuali orang yang berilmu, semua orang yang berilmu celaka kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, dan semua orang yang mengamalkan ilmunya celaka kecuali orang yang ikhlas." Pernyataan ini menunjukkan betapa krusialnya keikhlasan dalam setiap amal perbuatan.
Kisah-kisah para nabi, seperti Nabi Yusuf AS dan Nabi Musa AS, yang diselamatkan oleh Allah SWT, sebagian besar disebabkan oleh keikhlasan mereka dalam menghadapi ujian dan menjalankan perintah Allah.
Pentingnya Istiqomah
Istiqomah berarti teguh, konsisten, dan tidak pernah goyah dalam menjalankan segala bentuk kebaikan serta menjauhi segala larangan Allah, dalam situasi apapun. Seseorang yang istiqomah akan tetap berada di jalan yang benar, baik dalam keadaan senang maupun susah, lapang maupun sempit. Sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Fatihah ayat 6, "Tunjukilah kami jalan yang lurus," ini adalah permohonan agar senantiasa diberikan petunjuk dan bimbingan untuk menempuh jalan Islam yang lurus, yang mengantarkan pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kita dianjurkan untuk selalu taat dan istiqomah dalam keadaan apa pun, meskipun kita senantiasa dihadapkan dengan tantangan dan godaan hidup. Pentingnya menjaga keistiqomahan sangatlah besar. Amal apapun, meskipun kecil, jika dilakukan dengan istiqomah, akan memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Dengan menjaga keistiqomahan, seseorang bisa menjadi wali Allah, yaitu kekasih Allah yang benar-benar menjaga syariat-Nya dengan sempurna dalam suasana dan keadaan apa pun.
Kisah-Kisah Inspiratif Ikhlas dan Istiqomah
Banyak kisah dari orang-orang saleh yang menunjukkan bagaimana amalan yang terlihat sepele di mata manusia, namun dilakukan dengan ikhlas dan istiqomah, dapat menjadi amal yang besar dan dahsyat di mata Allah:
Kisah seorang anak yang berbakti kepada ibunya: Keistiqomahannya dalam berbakti menjadikan ia seorang wali Allah.
Kisah seorang gembala kerbau: Jenazahnya tetap utuh dan awet setelah meninggal dunia karena ia senantiasa bersedekah dengan istiqomah, meskipun amalannya sedikit.
Kisah penjual pecel keliling: Jenazahnya tetap utuh setelah 10 tahun meninggal karena kedermawanan dan keistiqomahannya dalam beramal.
Kisah Bilal bin Rabah dan Abdullah bin Ummi Maktum: Dua sahabat Nabi yang dikenal istiqomah dalam mengumandangkan azan pada zamannya. Keistiqomahan mereka dalam menjalankan amalan azan, bahkan melakukan salat malam sebelum azan Subuh, menjadikan mereka wali Allah dan memiliki derajat tinggi di sisi-Nya.
Amalan yang sepele, jika dilakukan dengan ikhlas dan istiqomah, akan menjadi amalan besar dan dahsyat di mata Allah, bahkan bisa membuat jenazah dimuliakan Allah dan tidak disentuh oleh jasad renik.
Rahmat dari Amalan Ibadah
Ketika kita membaca Surah Yasin untuk orang yang sudah meninggal, amalan tersebut tidak hanya mendatangkan rahmat Allah untuk almarhum atau orang yang membaca, tetapi juga rahmat bagi lingkungan sekitarnya. Misalnya, membaca Yasin di sekitar makam orang tua, harapannya adalah rahmat Allah akan turun untuk seluruh area sekitarnya. Ini menunjukkan betapa luasnya dampak dari amalan yang dilakukan dengan niat tulus dan konsisten.