Showing posts with label Kajian. Show all posts
Showing posts with label Kajian. Show all posts

Jalan Menuju Derajat Tinggi di Sisi Allah SWT

Dalam perjalanan hidup seorang Muslim, dua pilar utama yang menjadi penopang kokoh keimanan dan ketaatan adalah ikhlas dan istiqomah. Keduanya saling melengkapi, membentuk karakter seorang hamba yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta mengantarkannya pada derajat yang mulia di sisi-Nya.
Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya: Fondasi Utama Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 69-70: " Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sebaik-baik teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Maha Mengetahui."
Ayat ini menegaskan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kunci untuk meraih kedudukan tertinggi di akhirat, yaitu berkumpul bersama para nabi, shiddiqin (orang-orang yang sangat benar keimanannya), syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan orang-orang saleh. Ini adalah derajat yang paling agung di sisi Allah SWT.
Oleh karena itu, marilah kita berupaya sekuat tenaga untuk senantiasa berjalan di jalan-Nya, mengikuti dan menghidupkan sunah-sunah Nabi Muhammad SAW. Meskipun derajat kita mungkin berbeda dengan para kekasih Allah tersebut, dengan mengikuti jejak langkah mereka, kita berharap dapat bersama-sama dengan mereka di akhirat kelak. Bukti cinta kita kepada Nabi adalah dengan menjalankan syariat dan sunah-sunah beliau dalam setiap aspek kehidupan.
Menjaga Hubungan dengan Ilmu dan Teladan Nabi Untuk mengukuhkan keimanan dan ketaatan, ada dua cara penting dalam menjaga hubungan dengan kebaikan:
Duduk bersama orang-orang saleh: Mencari majelis ilmu, berkumpul dengan para ulama, kyai, guru, dan orang-orang saleh untuk belajar agama, mengaji bersama, dan mengambil hikmah dari nasihat-nasihat mereka. Lingkungan yang baik akan senantiasa mendorong kita pada kebaikan.
Rafa' atau Ittiba': Ini berarti mengikuti ajaran, perintah, dan contoh dari Nabi Muhammad SAW dalam segala aspek kehidupan, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan yang beliau tinggalkan. Inilah esensi dari meneladani Rasulullah.
Bahkan ketika guru-guru kita, para kyai, dan orang-orang yang pernah menasihati kita telah tiada, ingatan akan petuah-petuah mereka dan upaya kita untuk terus menjalankan amalan yang mereka ajarkan adalah bentuk istiqomah dan ikhlas yang sangat mulia.
Keutamaan Ikhlas dan Istiqomah
Kekuatan Ikhlas Ikhlas adalah melakukan suatu amalan semata-mata karena Allah SWT, tanpa mengharapkan pujian, balasan, atau keuntungan duniawi lainnya. Orang yang ikhlas akan selalu mendapatkan pertolongan Allah di mana pun ia berada.
Sebuah pernyataan yang sering dikutip dari Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan: " Semua manusia celaka kecuali orang yang berilmu, semua orang yang berilmu celaka kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, dan semua orang yang mengamalkan ilmunya celaka kecuali orang yang ikhlas." Pernyataan ini menunjukkan betapa krusialnya keikhlasan dalam setiap amal perbuatan.
Kisah-kisah para nabi, seperti Nabi Yusuf AS dan Nabi Musa AS, yang diselamatkan oleh Allah SWT, sebagian besar disebabkan oleh keikhlasan mereka dalam menghadapi ujian dan menjalankan perintah Allah.
Pentingnya Istiqomah
Istiqomah berarti teguh, konsisten, dan tidak pernah goyah dalam menjalankan segala bentuk kebaikan serta menjauhi segala larangan Allah, dalam situasi apapun. Seseorang yang istiqomah akan tetap berada di jalan yang benar, baik dalam keadaan senang maupun susah, lapang maupun sempit. Sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Fatihah ayat 6, "Tunjukilah kami jalan yang lurus," ini adalah permohonan agar senantiasa diberikan petunjuk dan bimbingan untuk menempuh jalan Islam yang lurus, yang mengantarkan pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kita dianjurkan untuk selalu taat dan istiqomah dalam keadaan apa pun, meskipun kita senantiasa dihadapkan dengan tantangan dan godaan hidup. Pentingnya menjaga keistiqomahan sangatlah besar. Amal apapun, meskipun kecil, jika dilakukan dengan istiqomah, akan memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Dengan menjaga keistiqomahan, seseorang bisa menjadi wali Allah, yaitu kekasih Allah yang benar-benar menjaga syariat-Nya dengan sempurna dalam suasana dan keadaan apa pun.
Kisah-Kisah Inspiratif Ikhlas dan Istiqomah
Banyak kisah dari orang-orang saleh yang menunjukkan bagaimana amalan yang terlihat sepele di mata manusia, namun dilakukan dengan ikhlas dan istiqomah, dapat menjadi amal yang besar dan dahsyat di mata Allah:
Kisah seorang anak yang berbakti kepada ibunya: Keistiqomahannya dalam berbakti menjadikan ia seorang wali Allah. Kisah seorang gembala kerbau: Jenazahnya tetap utuh dan awet setelah meninggal dunia karena ia senantiasa bersedekah dengan istiqomah, meskipun amalannya sedikit. Kisah penjual pecel keliling: Jenazahnya tetap utuh setelah 10 tahun meninggal karena kedermawanan dan keistiqomahannya dalam beramal. Kisah Bilal bin Rabah dan Abdullah bin Ummi Maktum: Dua sahabat Nabi yang dikenal istiqomah dalam mengumandangkan azan pada zamannya. Keistiqomahan mereka dalam menjalankan amalan azan, bahkan melakukan salat malam sebelum azan Subuh, menjadikan mereka wali Allah dan memiliki derajat tinggi di sisi-Nya.
Amalan yang sepele, jika dilakukan dengan ikhlas dan istiqomah, akan menjadi amalan besar dan dahsyat di mata Allah, bahkan bisa membuat jenazah dimuliakan Allah dan tidak disentuh oleh jasad renik.
Rahmat dari Amalan Ibadah Ketika kita membaca Surah Yasin untuk orang yang sudah meninggal, amalan tersebut tidak hanya mendatangkan rahmat Allah untuk almarhum atau orang yang membaca, tetapi juga rahmat bagi lingkungan sekitarnya. Misalnya, membaca Yasin di sekitar makam orang tua, harapannya adalah rahmat Allah akan turun untuk seluruh area sekitarnya. Ini menunjukkan betapa luasnya dampak dari amalan yang dilakukan dengan niat tulus dan konsisten.




Share:

Menggali Kedalaman Diri Melalui Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Islam


Pengajian Subuh Bersama Ustadz Safarudin Maulana, Lc. 
Ahad, 6 Juli 2025 

Pada Ahad pagi yang berkah, 6 Juli 2025, suasana syahdu menyelimuti majelis Pengajian Subuh bersama Ustaz Safarudin Maulana, Lc. Dalam ceramahnya, Ustadz Safarudin Maulana mengupas tuntas tentang Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) yang digagas oleh Daniel Goleman, serta relevansinya dengan ajaran Islam. Beliau menekankan bahwa kecerdasan emosional adalah fondasi dasar bagi ketahanan hidup manusia, di mana individu yang sejahtera adalah mereka yang mampu menguasai diri sendiri. 
Memahami Empat Ketakutan Dasar Manusia Ustadz Safarudin Maulana menjelaskan bahwa sepanjang sejarah manusia, dari 5000 tahun silam hingga kini, ada empat rasa takut utama yang tak pernah berevolusi dan telah tertanam dalam DNA kita sebagai kebutuhan dasar: 
  • Takut untuk tidak dicintai: Ketakutan akan penolakan atau kehilangan kasih sayang. 
  • Takut tidak diakui: Kekhawatiran tidak mendapat validasi atau pengakuan dari orang lain. 
  • Takut terlihat tidak sempurna: Meskipun Al-Qur'an menyatakan "Faahsani taqwin" (penciptaan manusia itu sempurna), ketakutan ini masih menghantui. Ustadz Safarudin menjelaskan bahwa kesempurnaan manusia terlihat dari tujuh sistem yang bekerja selaras, mulai dari kerangka tulang yang kuat, otot-otot penopang yang kokoh, hingga sistem hati nurani yang peka. 
  • Takut terlihat tidak baik: Kekhawatiran akan citra diri yang negatif di mata masyarakat. 
Islam dan Penaklukan Ketakutan Agama Islam, dengan segala ajarannya, sangat memahami dan memberikan solusi atas ketakutan-ketakutan fundamental ini. Syariat Islam selalu relevan dalam membentengi diri dari kerentanan emosional tersebut. Ustadz Safarudin Maulana kemudian merujuk pada pesan-pesan kunci dari Rasulullah SAW yang menjadi panduan bagi umat Muslim: 
  • Ikhlas dalam Seluruh Amal: Rasulullah SAW mengajarkan pentingnya keikhlasan dalam setiap amal perbuatan. Untuk mencapai tingkat keikhlasan ini, manusia ditempa melalui berbagai ritual ibadah, bahkan dianjurkan agar tidak terlihat oleh orang lain. Ikhlas membantu membebaskan diri dari ketakutan akan penilaian dan pengakuan manusia, karena fokus hanya tertuju pada ridha Allah SWT. 
  • Menyambung Silaturahmi: Perintah untuk menyambung silaturahmi menjadi benteng ampuh terhadap ketakutan tidak diakui dan terlihat tidak sempurna. Silaturahmi yang didasari keikhlasan akan menumbuhkan rasa cinta, penerimaan, dan persaudaraan yang tulus, mengurangi kecemasan akan isolasi sosial atau kekurangan diri. 
  • Sholat Malam Saat Manusia Tidur: Rasulullah SAW bersabda, "Sholat malamlah sementara manusia tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan keselamatan." Sholat malam atau Qiyamul Lail adalah praktik spiritual yang mendalam, mengajarkan umat Islam bagaimana bertumbuh secara spiritual dan emosional. Melalui ibadah yang bersifat personal ini, seseorang dapat mencapai ketenangan batin, menguatkan koneksi dengan Sang Pencipta, dan melepaskan diri dari belenggu ketakutan duniawi. Kebaikan dan Penurunan Ego Ustadz Safarudin Maulana juga menegaskan ajaran Rasulullah SAW bahwa apabila kita memberi kebaikan, kebaikan itu akan kembali juga kepada kita. 
Kebaikan yang dilandasi keikhlasan tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga secara signifikan dapat menurunkan ego kita. Ketika ego terkikis, ketakutan-ketakutan dasar yang berpusat pada diri sendiri akan memudar, digantikan oleh rasa damai dan kepuasan batin. 
Pada akhirnya, Ustadz Safarudin Maulana menutup ceramahnya dengan menegaskan bahwa tidak ada ilmu yang bertentangan dengan agama Islam. Islam adalah agama yang sempurna, menyediakan panduan komprehensif bagi kesejahteraan lahir dan batin manusia, termasuk dalam mengelola kecerdasan emosional. 
Semoga pengajian ini semakin menumbuhkan cinta kita kepada Islam dan menginspirasi kita untuk terus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari.





Share:

Memaknai Tahun Baru Hijriyah: Spirit Persatuan, Ilmu, dan Kedermawanan

Pengajian Subuh, Ahad, 29 Juni 2025 
Bersama Ustad Zein Faqih 
Oleh Dwi Budi Prasojo,SKM


Alhamdulillah, kita patut bersyukur atas nikmat usia dan kesempatan yang masih Allah berikan untuk menyambut tahun baru 1447 Hijriyah. Momen pergantian tahun ini bukan sekadar penanda waktu, melainkan juga panggilan untuk merenungi kondisi umat dan dunia. Di tengah suka cita menyambut tahun baru, kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang menguji keimanan dan kemanusiaan. Tantangan Internal dan Eksternal Umat Ustad Zein Faqih dalam pengajian subuh ini menggarisbawahi betapa banyak hal yang memprihatinkan di tahun ini. Di satu sisi, ancaman peperangan terus mengintai, membahayakan nyawa manusia tanpa pandang bulu. Konflik global dan regional seolah mengingatkan kita akan kerapuhan perdamaian. Namun, di sisi lain, kita juga menghadapi ancaman yang tak kalah serius dari dalam diri manusia itu sendiri: pergaulan bebas, narkoba, penyebaran penyakit, dan melemahnya iman. 
Fenomena-fenomena ini menggerogoti moral dan spiritualitas umat, menciptakan kerusakan yang masif dari dalam. Mengingat betapa berharganya setiap jiwa dalam Islam, Ustad Zein Faqih mengingatkan kita pada firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah ayat 32 terkait pembunuhan pertama di dunia yang dilakukan Qabil terhadap Habil: 
"Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya." 
Ayat ini secara tegas menunjukkan betapa Islam sangat menjunjung tinggi nilai satu nyawa manusia. Menjaga keselamatan satu individu sama saja dengan menjaga keselamatan seluruh umat manusia. Ini adalah prinsip universal yang harus kita pegang teguh. Teladan Sahabat Nabi: Inspirasi Abadi Dalam semangat menjaga keselamatan dan persatuan, kita diajak untuk senantiasa saling tolong-menolong dalam iman dan kebaikan. Ustad Zein Faqih kemudian mengingatkan kita tentang sepuluh sahabat yang dijamin Rasulullah ﷺ masuk surga, sebuah bukti nyata dari dedikasi dan keimanan yang luar biasa: 

Empat Khalifah Rasyidin: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Thalhah bin Ubaidillah Zubair bin Awwam Abdurrahman bin Auf Sa'ad bin Abi Waqqas Sa'id bin Zaid Abu Ubaidah bin Al-Jarrah Kisah-kisah perjuangan mereka dalam membela Rasulullah dan agama Allah harus terus kita ceritakan kepada anak cucu kita. Kisah-kisah heroik ini bukan sekadar dongeng, melainkan sumber inspirasi yang tak ada habisnya dalam menumbuhkan perilaku ketakwaan dan kecintaan kepada Allah SWT. 
Mereka adalah mercusuar keimanan yang menunjukkan bagaimana seharusnya seorang Muslim hidup dan berjuang. Tiga Spirit Utama Memaknai Tahun Baru Hijriyah Untuk memastikan setiap nyawa manusia tidak terancam, dan agar kita bisa menjalani tahun baru Hijriyah ini dengan penuh berkah, Ustad Zein Faqih menyerukan tiga spirit utama: 

Spirit Menjaga Persatuan dan Kesatuan: 
Hikmah besar dari Hijrahnya Rasulullah ﷺ adalah persaudaraan antara kaum Anshar dan Muhajirin. Mereka menyatukan hati, saling membantu, dan membangun fondasi masyarakat Islam yang kuat. 
Spirit ini sangat relevan di masa kini, terutama di kalangan sesama kaum Muslimin. Persatuan adalah kekuatan kita. 
Spirit Menuntut Ilmu dan Beribadah: 
Mengisi waktu dengan menuntut ilmu dan memperbanyak ibadah adalah benteng utama dari pergaulan dan perilaku yang tidak baik. Ilmu akan membimbing kita pada kebenaran, sementara ibadah akan menguatkan iman dan menjauhkan kita dari kemaksiatan. Inilah kunci untuk menjaga diri dan keluarga dari ancaman internal. 
Spirit Ekonomi dan Kedermawanan: 
Tahun baru Hijriyah juga harus menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian sosial dan ekonomi. Membantu sesama, bersedekah dengan ringan hati, dan menyumbangkan harta di jalan Allah adalah bentuk nyata dari iman. Terutama bagi saudara-saudara kita yang sedang mengalami kesulitan hidup, uluran tangan kita bisa menjadi harapan dan penyelamat. Mari kita jadikan tahun 1447 Hijriyah ini sebagai tahun kebangkitan umat, di mana setiap individu berkomitmen untuk menjaga persatuan, memperdalam ilmu dan ibadah, serta menguatkan solidaritas ekonomi. Dengan demikian, insya Allah, kita akan menjadi umat yang kokoh, sejahtera, dan diberkahi Allah SWT.
Share:

Undangan Kajian Rutin Ahad Pagi: Menyongsong Ilmu Bersama Ustadz Zein Faqih


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, 
Mari sama-sama merapat, mencari keberkahan dan menambah khazanah ilmu di Kajian Rutin Ahad Pagi yang insya Allah akan dilaksanakan besok: 
Hari/Tanggal: Ahad, 29 Juni 2025 
Waktu: Pukul 05.00 WIB (Ba'da Subuh) 
Bersama: Ustadz Zein Faqih dari NUSA 
Tempat: Masjid Al Mu'minun, Perumahan Gayam Permai 


Kajian Ahad Pagi adalah momen berharga bagi kita untuk memulai hari dengan siraman rohani, memahami lebih dalam ajaran agama, dan menguatkan keimanan. Kehadiran Ustadz Zein Faqih dari NUSA diharapkan dapat memberikan pencerahan dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Jangan lewatkan kesempatan emas ini untuk berkumpul dalam majelis ilmu, mempererat tali silaturahmi, dan meraih pahala kebaikan. 
Ajak serta keluarga, sahabat, dan kerabat Anda untuk bersama-sama menghadiri kajian ini. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa memudahkan langkah kita dalam menuntut ilmu dan memberikan keberkahan atas setiap usaha kita. 
 Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Share:

Langkah Yang Bermanfaat

Langkah Yang Bermanfaat
Kajian Rutin Ahad Pagi, 22 Juni 2025: Ustadz Andi 

1 Muharram 1447, akan segera tiba. Momen ini bukan sekadar pergantian angka di kalender, melainkan sebuah kesempatan emas untuk merenungkan perjalanan hidup yang telah dilalui dan merancang masa depan yang lebih baik. Dengan berpegang teguh pada tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah, mari kita siapkan diri menghadap Allah SWT dengan hati yang tenang dan amal yang memberatkan timbangan. Membangun Keluarga yang Qurrota A'yun Salah satu doa indah yang diabadikan dalam Al-Qur'an adalah permohonan agar dikaruniai keluarga yang menjadi penyejuk hati: 

QS. Al-Furqan (25): 74: "Rabbanā hab lanā min azwājinā wa dhurriyyātinā qurrata a'yun, waj'alnā lil-muttaqīna imāmā.
Artinya: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." 

Doa ini mengandung makna yang sangat dalam. Bukan hanya sekadar meminta keturunan yang saleh, tetapi juga keluarga yang membawa kebahagiaan dan ketenangan, serta mampu menjadi teladan bagi orang-orang di sekitar. Untuk mewujudkan ini, dibutuhkan usaha bersama dari setiap anggota keluarga, terutama dalam menjaga kualitas ibadah. Salat: Tiang Agama dan Amalan Pertama yang Dihisab Salat adalah pilar utama agama Islam dan amalan pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat. 
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada Hari Kiamat adalah salatnya." (HR. At-Tirmidzi). 
Ini menunjukkan betapa krusialnya peran salat dalam kehidupan seorang Muslim. Lalu, bagaimana dengan salat anak-anak dan pasangan kita? Sebagai orang tua dan pasangan, kita memiliki tanggung jawab besar untuk membimbing mereka agar istiqamah dalam mendirikan salat. Mengajarkan, mengingatkan, dan memberikan teladan adalah kunci agar salat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. 
Dengan begitu, salat tidak hanya menjadi kewajiban ritual, tetapi juga benteng yang menghalangi dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah: 
 "...Innāṣ-ṣalāta tanhā 'anil-faḥsyā'i wal-munkar..." Artinya: "...Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar..." (QS. Al-Ankabut (29): 45). 

 Refleksi Diri Menuju Usia 40 Tahun
Usia 40 tahun seringkali disebut sebagai "usia kematangan". Pada usia ini, seseorang diharapkan telah mencapai puncak kedewasaan akal dan spiritual. 
Firman Allah dalam QS. As-Saffat (37): 100 yang merupakan doa Nabi Ibrahim AS: "Rabbi hab lī minaṣ-ṣāliḥīn." Artinya: "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." 
Doa ini sering dikaitkan dengan keinginan untuk memiliki keturunan yang saleh. Namun, dalam konteks refleksi diri, doa ini juga dapat dimaknai sebagai permohonan agar kita senantiasa menjadi pribadi yang saleh di setiap fase kehidupan, terutama ketika mencapai usia 40 tahun. Ini adalah momen untuk mengevaluasi kembali sejauh mana kita telah mencapai potensi diri dan berkontribusi kepada umat. 

Empat Pertanyaan Allah di Hari Kiamat 
Hadis Rasulullah SAW menjadi pengingat yang sangat kuat tentang pertanggungjawaban kita di akhirat: "Kedua kaki seseorang tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai diberi pertanyaan (tentang) umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa dimanfaatkan, hartanya dari mana (diperoleh) dan untuk apa dibelanjakan, dan tubuhnya untuk apa digunakan." (HR. At-Tirmidzi) 
Empat pertanyaan ini adalah cerminan dari seluruh aspek kehidupan kita: 
  • Umur: Setiap detik kehidupan adalah anugerah. Sudahkah kita menggunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat dan mendekatkan diri kepada Allah? 
  • Ilmu: Ilmu yang kita miliki, baik ilmu agama maupun ilmu dunia, haruslah diamalkan dan disebarkan untuk kemaslahatan umat. 
  • Harta: Harta adalah titipan. Penting untuk memastikan bahwa harta kita diperoleh dari jalan yang halal dan dibelanjakan di jalan Allah, bukan untuk kesombongan apalagi terjebak dalam riba yang dilaknat. Jauhi hutang yang riba karena ia membawa kehancuran baik di dunia maupun di akhirat. 
  • Tubuh: Mata, telinga, tangan, dan kaki kita adalah amanah. Sudahkah kita menggunakannya untuk melihat kebaikan, mendengar hal yang baik, berbuat kebaikan, dan melangkah di jalan yang diridai-Nya? Jangan Sampai Harta Memalingkan Kita Kisah Nabi Sulaiman AS dan Qarun memberikan pelajaran berharga tentang harta. 
Nabi Sulaiman adalah figur yang kaya raya namun selalu bersyukur dengan mengucapkan "Hadza min fadli Rabbi" (Ini termasuk karunia Tuhanku). Beliau menggunakan kekayaannya untuk beribadah dan menyebarkan kebaikan. Sebaliknya, Qarun, yang sangat kaya, menjadi sombong dan kufur nikmat, hingga akhirnya ditenggelamkan bersama hartanya. Hadis tentang kaum muhajirin yang miskin yang mendahului masuk surga 40 tahun sebelum orang kaya, juga menjadi renungan penting. Ini bukan berarti kemiskinan lebih mulia dari kekayaan, melainkan tentang hati yang terpaut pada Allah, bukan pada harta. 
Harta bisa menjadi ujian, dan hanya mereka yang mampu mengelolanya dengan baik, tanpa tergoda pada kesombongan dan riba, yang akan selamat. Menyongsong 1447 Hijriyah dengan Persiapan Matang Tahun baru 1447 Hijriyah adalah momen untuk memperbarui niat dan menguatkan tekad. Mari kita jadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk: Meningkatkan kualitas salat dan membimbing keluarga untuk senantiasa mendirikannya. Memperbanyak doa agar dikaruniai keluarga yang qurrota a'yun. Memanfaatkan sisa umur dengan sebaik-baiknya, mengamalkan ilmu, dan menggunakan harta serta tubuh di jalan yang benar. 
Menghindari riba dalam segala bentuknya dan membersihkan harta dari hal yang syubhat. Menjadi pribadi yang bersyukur atas segala nikmat, layaknya Nabi Sulaiman, dan menjauhi sifat kufur nikmat. Dengan persiapan yang matang dan kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, semoga kita semua dapat menyongsong tahun baru 1447 Hijriyah dengan semangat baru dan menjadi hamba-Nya yang senantiasa dalam lindungan dan ridha-Nya.















Share:

Merasa Islam 'Seadanya'?

Kajian rutin Ahad Pagi
Pada hari Ahad, 15 Juni 2025, suasana pagi di Masjid Al-Mu'minun Perumahan Gayam Permai dipenuhi dengan keberkahan dalam pelaksanaan kajian rutin Ahad pagi. Kajian kali ini disampaikan oleh Ustadz Lukman dari Pondok Pesantren NUSA Banjarnegara, yang mengupas tuntas berbagai aspek penting dalam agama Islam, khususnya mengenai kalender Hijriyah, bulan-bulan haram, dan penegasan tentang kesempurnaan Islam. 
Ustadz Lukman memulai kajian dengan menjelaskan pentingnya kalender Hijriyah yang didasarkan pada peredaran bulan, atau yang dikenal dengan komariah. Beliau menekankan bahwa perhitungan ini adalah ketetapan Allah SWT yang memiliki hikmah mendalam bagi umat Muslim, termasuk dalam penentuan waktu ibadah seperti puasa dan haji. Lebih lanjut, Ustadz Lukman secara khusus menyoroti bulan Dzulhijjah sebagai salah satu dari empat bulan haram dalam Islam. Beliau menjelaskan bahwa pada bulan-bulan haram ini, umat Muslim dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan menjauhi segala bentuk perbuatan dosa, karena kemuliaan bulan-bulan tersebut. 
Istilah Prasmanan yaitu hidangan yang disajikan jika suka diambil jika tidak suka tidak diambil. Islam Bukan Prasmanan, Tapi Ketaatan Penuh Bagian menarik dari kajian ini adalah analogi yang disampaikan Ustadz Lukman mengenai prasmanan. Beliau menggambarkan konsep prasmanan, di mana seseorang bebas memilih makanan yang disukai dan meninggalkan yang tidak disukai. Namun, Ustadz Lukman dengan tegas menyatakan bahwa konsep prasmanan tidak berlaku dalam urusan agama. 
Beliau mengutip firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 208, 
"Ya ayyuhalladzina amanu udkhulu fissilmi kaffah," yang berarti "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan." 
Ayat ini menjadi penekanan utama bahwa seorang Muslim harus menerima dan menjalankan semua ketentuan Allah SWT tanpa terkecuali, serta meninggalkan semua larangan-Nya secara total. Tidak ada ruang untuk memilih-milih syariat yang sesuai selera pribadi, atau menjalankan sebagian dan meninggalkan sebagian lainnya. Ustadz Lukman mempertegas bahwa Islam telah sempurna. Segala ajaran dan syariat yang diturunkan Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW adalah lengkap dan mencakup seluruh aspek kehidupan. 
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi umat Muslim untuk mencari pedoman di luar ajaran Islam, apalagi mencoba mengadaptasi syariat sesuai keinginan pribadi. Kajian rutin Ahad pagi ini menjadi pengingat bagi seluruh jamaah akan pentingnya ketaatan penuh kepada Allah SWT dan ajaran-Nya. Semoga dengan pemahaman yang lebih mendalam ini, kita semua dapat semakin istiqamah dalam menjalankan Islam secara kaffah, meraih keberkahan di dunia dan akhirat.










Share:

Kurban Adalah Upgrade Diri, Bukan Sekadar Tradisi!

Ustadz Ulil Albab Al Hafidz
Ahad pagi, 8 Juni 2025, Seperti biasa, Kajian Rutin Ahad Pagi kembali membersamai kita, dan kali ini, kita berkesempatan menyelami makna mendalam dari ibadah Qurban bersama Ustadz Ulil Albab Al Hafidz. Sebuah pencerahan yang tak hanya menambah wawasan, namun juga menggetarkan hati untuk semakin dekat dengan Allah SWT. Ustadz Ulil Albab Al Hafidz mengawali kajian dengan mengajak kita merenungi hakikat ibadah Qurban. 
Lebih dari sekadar menyembelih hewan, Qurban adalah ritual sakral yang hakikatnya bertujuan untuk menghidupkan kembali sunah Nabi Ibrahim 'Alaihi Salam. Ini bukan hanya tentang napak tilas sejarah, melainkan upaya mendalam untuk menyerap dan menginternalisasi sifat-sifat luhur yang dimiliki oleh Sang Khalilullah, kekasih Allah tersebut. Menyelami Keberkahan Nabi Ibrahim AS Nabi Ibrahim 'Alaihi Salam adalah sosok yang diuji dengan berbagai cobaan berat, namun beliau selalu lulus dengan gemilang berkat kepatuhan dan keikhlasan yang total. 
Keberkahan yang melimpah ruah menyertainya, bahkan jejak-jejaknya diabadikan dalam salah satu rukun Islam, yaitu ibadah Haji. Mulai dari thawaf mengelilingi Ka'bah, sa'i antara Safa dan Marwah, hingga bermalam di Mina, semuanya adalah bagian dari perjalanan spiritual yang mengikuti sunah Nabi Ibrahim dan keluarganya. 
Lantas, sifat-sifat apa saja dari Nabi Ibrahim yang patut kita teladani dan usahakan untuk hidupkan dalam keseharian kita, khususnya sebagai keluarga Muslim masa kini? Ustadz Ulil Albab Al Hafidz merincinya dengan gamblang: 
1. Melakukan Amalan dengan Ihsan: Menyempurnakan Setiap Ibadah Nabi Ibrahim selalu mengerjakan segala sesuatu dengan "ihsan", yaitu melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya, seolah-olah melihat Allah, atau setidaknya merasa diawasi oleh-Nya. Dalam konteks ibadah, ini berarti tidak sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi berusaha menyempurnakan setiap rukun, sunah, hingga adab-adabnya. Pelajaran bagi Kita: Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah shalat kita sudah ihsan? Apakah sedekah kita sudah ihsan? Meniru Nabi Ibrahim berarti mengedepankan kualitas dan ketulusan dalam setiap amal, bukan hanya kuantitas. 
2. Membangun dan Memakmurkan Rumah Allah Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi Ismail, memiliki kehormatan besar membangun Ka'bah, Baitullah. Ini bukan sekadar membangun fisik bangunan, melainkan juga memakmurkannya dengan ibadah dan dakwah. Pelajaran bagi Kita: Membangun dan memakmurkan rumah Allah tidak harus selalu dalam bentuk fisik. Kita bisa memakmurkan masjid dengan shalat berjamaah, mengikuti kajian ilmu, infak, atau bahkan sekadar menjaga kebersihannya. Lebih luas lagi, "rumah Allah" juga bisa berarti hati kita, yang harus senantiasa diisi dengan zikir dan ketaatan kepada-Nya. 
3. Mengikuti dan Menghidupkan Ayat-Ayat Allah: Pentingnya Majelis Taklim Nabi Ibrahim adalah pribadi yang sangat taat dan senantiasa berpegang teguh pada petunjuk Allah. Beliau menghidupkan ayat-ayat Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Pelajaran bagi Kita: Di era informasi ini, majelis taklim adalah wadah vital untuk memahami dan menghidupkan ayat-ayat Allah. Dengan rutin menghadiri kajian, kita belajar, merenung, dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana Nabi Ibrahim senantiasa merujuk pada petunjuk Ilahi. 
4. Dermawan: Tangan di Atas Lebih Baik dari Tangan di Bawah Sifat dermawan adalah salah satu karakter agung Nabi Ibrahim. Beliau tidak ragu berbagi, bahkan dalam kondisi yang serba terbatas. Keikhlasan beliau dalam berkurban adalah puncak kedermawanan yang diabadikan oleh sejarah. Pelajaran bagi Kita: Kedermawanan bukan hanya soal harta. Ia bisa berupa kedermawanan ilmu, waktu, tenaga, bahkan senyuman. Dengan meneladani sifat dermawan Nabi Ibrahim, kita belajar untuk lebih banyak memberi daripada menerima, meyakini bahwa setiap apa yang kita berikan di jalan Allah tidak akan pernah sia-sia. 
Kajian Ahad Pagi bersama Ustadz Ulil Albab Al Hafidz hari ini sungguh membuka cakrawala kita tentang makna sejati ibadah Qurban dan betapa agungnya teladan Nabi Ibrahim 'Alaihi Salam. Mari jadikan momen Idul Adha yang akan datang sebagai momentum untuk tidak hanya berQurban hewan, tetapi juga berQurban diri, mengikhlaskan hati, dan berusaha meneladani sifat-sifat mulia Nabi Ibrahim. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk menjadi hamba-Nya yang taat, ikhlas, dan diberkahi.












Share:

Menggali Kedalaman Makna Ibadah Qurban yang Sesungguhnya

Setiap tetes darah qurban yang mengalir di Hari Raya Idul Adha membawa keberkahan dan ampunan. Itulah salah satu intisari penting yang disampaikan dalam Kajian Rutin Ahad Pagi dengan tema Fiqih Qurban yang dibawakan oleh Ustadz Yusman, SHI. Dalam suasana khidmat yang dipenuhi semangat menuntut ilmu, kajian ini membuka wawasan kita tentang salah satu ibadah agung dalam Islam. Keutamaan dan Hukum Qurban: Bukan Sekadar Tradisi Ustadz Yusman mengawali kajian dengan menegaskan betapa tiada amalan yang lebih dicintai Allah SWT selain berkurban. 
Bahkan, disebutkan bahwa tetesan darah hewan qurban akan sampai kepada Allah sebelum tetes darah itu menyentuh tanah. Ini menunjukkan betapa agungnya nilai ibadah qurban di sisi-Nya. Beliau juga menjelaskan bahwa ada tiga amalan yang wajib bagi Rasulullah SAW namun berstatus sunah bagi umatnya: 
  • Berkurban 
  • Sholat Witir dan Sholat Malam (Qiyamul Lail) 
  • Sholat Dhuha 
Mengenai hukum qurban, Ustadz Yusman menguraikan beberapa status: Sunah 'ain untuk diri sendiri, artinya sangat dianjurkan bagi setiap individu yang mampu. Sunah kifayah untuk keluarga, yang berarti jika salah satu anggota keluarga telah berkurban, gugurlah tuntutan sunah bagi anggota keluarga lainnya. Wajib jika qurban tersebut didasari oleh nadzar (janji). Hewan Qurban dan Ketentuannya Pertanyaan klasik tentang jenis hewan qurban turut dibahas. Ustadz Yusman menjelaskan bahwa hewan yang sah untuk qurban adalah unta, sapi, dan kambing (termasuk domba). 
Lalu, bagaimana jika seseorang hanya mampu berkurban dengan ayam jago? Beliau menjelaskan bahwa qurban dengan ayam jago diperbolehkan jika memang itu satu-satunya kemampuan seseorang, meskipun yang utama tetap adalah hewan-hewan yang telah disebutkan dalam syariat. Ini menunjukkan kemudahan dan rahmat Allah bagi hamba-Nya. Aspek lain yang penting adalah mengenai qurban untuk mereka yang telah meninggal. 
Ustadz Yusman memaparkan bahwa qurban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan jika ada wasiat dari almarhum/almarhumah. Selain itu, diperbolehkan juga jika diniatkan sebagai sedekah atas nama mereka. Terkait kondisi hewan qurban, Ustadz Yusman menekankan bahwa hewan tidak boleh cacat. Cacat yang dimaksud adalah cacat yang mengurangi kualitas daging atau menyulitkan penyembelihan, misalnya buta, pincang parah, atau sakit yang jelas. 

Sunah dan Hikmah di Balik Ibadah Qurban 
Beberapa sunah yang terkait dengan ibadah qurban juga disampaikan: Disunahkan bagi orang yang berkurban untuk tidak memotong kuku dan rambutnya sejak masuknya bulan Dzulhijjah hingga hewan qurbannya disembelih. Hikmah di balik sunah ini adalah agar seluruh anggota badan pekurban turut mendapatkan ampunan dari Allah SWT. 
Disunahkan berpuasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi yang tidak sedang berhaji. Puasa ini memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu mendapatkan ampunan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Ustadz Yusman juga memberikan penjelasan mengenai waktu penyembelihan yang afdol, yaitu pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah). Meskipun demikian, penyembelihan juga masih bisa dilakukan pada hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). 

Alokasi Daging Qurban: 
Antara Konsumsi dan Sedekah Mengenai pembagian daging qurban, beliau menjelaskan bahwa 1/3 dari daging qurban boleh dimakan oleh diri sendiri dan keluarga. Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban juga merupakan bentuk syukur dan nikmat yang bisa dinikmati oleh pekurban. Untuk daging yang diberikan kepada orang lain, ada ketentuan penting: Daging qurban boleh dijual jika penerimanya adalah orang miskin. Ini karena daging tersebut telah menjadi hak milik mereka sepenuhnya. Namun, bagi orang kaya yang menerima daging qurban, daging tersebut tidak boleh dijual. Ini karena tujuan qurban adalah sedekah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk mencari keuntungan materi bagi mereka yang berkecukupan. 
Terakhir, Ustadz Yusman menekankan bahwa kuku, kepala, dan kulit hewan qurban tidak boleh dijual oleh pekurban atau panitia qurban. Bagian-bagian ini harus tetap disalurkan sebagai bagian dari ibadah qurban, baik untuk konsumsi maupun sedekah. Kajian ini menjadi pengingat yang berharga akan makna dan tata cara ibadah qurban yang benar. Semoga ilmu yang telah disampaikan dapat menjadi bekal bagi kita semua untuk menjalankan ibadah qurban dengan penuh keikhlasan dan sesuai syariat, sehingga kita dapat meraih keberkahan dan ampunan dari Allah SWT.








Share:

Footer Link

Pengumuman

  1. Tamu yang menginap 1x24 jam harus lapor RT.
  2. Dilarang Parkir Mobil di Jalan Perumahan
  3. Segala Jenis Truk dilarang Memasuki Jalan Perumahan

info ronda

Pelaksanaan Ronda lingkungan dimulai pukul 22.00 WIB s.d. Menyesuaikan Kondisi

Recent Posts

POSTINGAN TERBARU

Recent Posts Widget