Alhamdulillah, kita telah melewati bulan suci Ramadhan dengan segala ibadah dan amalan di dalamnya. Kini, kita memasuki bulan Syawal, bulan yang identik dengan silaturahmi dan saling memaafkan melalui tradisi Halal Bi Halal. Namun, esensi Syawal tidak hanya berhenti pada ritual tersebut. Lebih dari itu, Syawal adalah momentum untuk mengevaluasi dan mengokohkan amal ibadah yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan. Pertanyaannya, apakah amal kita diterima oleh Allah SWT? Salah satu tandanya adalah konsistensi kita dalam beramal saleh hingga dipertemukan kembali dengan Ramadhan berikutnya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 133-136:
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
أُو۟لَٰٓئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّٰتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ وَنِعْمَ أَجْرُ ٱلْعَٰمِلِينَ
Yang artinya: “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan buruk itu, sedang mereka mengetahui. Balasan bagi mereka adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.”
Ayat ini memberikan gambaran betapa nikmat dan luar biasanya jika kita mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah Yang Maha Pengampun (Al-Ghafur), yang akan mengantarkan kita menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Surga ini diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa (muttaqin).
Perlu kita pahami bahwa tingkatan muttaqin itu berbeda-beda. Kemuliaan seseorang di sisi Allah sangat bergantung pada tingkat ketakwaannya. Lalu, siapakah ciri-ciri orang yang bertakwa itu? Ayat di atas menjelaskan beberapa karakteristik mulia mereka:
Gemar Berinfak dalam Segala Keadaan: Orang yang bertakwa adalah mereka yang senantiasa menyalurkan rezeki yang Allah berikan untuk kebaikan, baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Rezeki di sini tidak hanya terbatas pada harta benda, tetapi juga mencakup kesehatan, waktu luang, serta persahabatan dengan orang-orang saleh yang dapat menginspirasi kita dalam kebaikan.
Mampu Menahan Amarah: Ciri kedua adalah kemampuan untuk menahan amarah, meskipun mereka memiliki kekuatan atau kedudukan untuk meluapkannya. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa orang yang kuat bukanlah orang yang berbadan besar, melainkan orang yang mampu mengendalikan dirinya saat marah (Kadzim).
Mudah Memaafkan Kesalahan Orang Lain: Tingkatan muttaqin yang lebih tinggi lagi adalah mereka yang dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Seringkali, kita merasa berat, dikuasai egoisme, merasa lebih senior, atau masih menyimpan sakit hati. Namun, bagi seorang muttaqin sejati, memaafkan adalah tindakan yang ringan karena hatinya telah bersih dari penyakit hati.
Rasulullah SAW juga mengingatkan kita bahwa dalam diri manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; dan jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuh. Gumpalan daging itu adalah hati. Tanda orang yang bertakwa adalah hatinya yang lembut, mudah memaafkan, serta lurus dan mudah menerima kebaikan dan nasihat.
Oleh karena itu, pasca Ramadhan hendaknya tidak hanya menjadi ajang silaturahmi fisik semata, tetapi juga menjadi kesempatan untuk membersihkan hati dari segala ganjalan dan saling memaafkan dengan tulus. Lebih dari itu, mari kita jadikan Syawal sebagai titik awal untuk terus mengamalkan kebaikan-kebaikan yang telah kita latih di bulan Ramadhan.
Konsistensi dalam berinfak, menahan amarah, dan mudah memaafkan adalah sebagian dari ciri-ciri muttaqin yang hendaknya kita upayakan untuk terus melekat dalam diri kita hingga Ramadhan berikutnya tiba. Dengan demikian, insya Allah, amal ibadah kita di bulan Ramadhan akan menjadi saksi diterimanya kita di sisi Allah SWT dan mengantarkan kita menuju surga-Nya yang penuh kenikmatan.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjadi hamba-Nya yang muttaqin. Amin ya rabbal 'alamin.
No comments:
Post a Comment