Mengingat Maut

Pengajian Subuh 22 Ramadhan 1443H (22 April 2022)


عَنِ ابن عُمَرَ رَضَيِ اللٌهُ عَنهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلَيِ عَلَيهِ وَسَلٌمَ اِنٌ هذِهِ القُلُوبَ تَصدَأ الحَدِيدُ اِذَا أصَابَهُ المَاءُ، قِيلَ يَارَسُولَ اللٌهِ وَمَا جِلآوُهَا ؟ قَالَ كَثُرَةُ ذِكرِ الَموتِ وَتلآوَةُ القُرانِ. (رواه البيهقي في شعب الإيمان) 

 Dari Abdullah bin Umar r. huma. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, 
“Sesungguhnya hati ini dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi bila terkena air.” Beliau ditanya “Wahai Rasulullah, bagaimana cara membersihkannya?” Rasulullah saw. bersabda, “Memperbanyak mengingat maut dan membaca al Qur’an.” (HR Baihaqi)

Menurut Maulana Zakarriyya dalam kitab Fadhilah Amal, dengan memperbanyak membaca Alquran dan mengingat maut, hati akan menjadi bersinar kembali. Karena, hati itu bagaikan cermin, semakin kotor cermin itu maka semakin redup sinar ma’rifat yang dipantulkannya. 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kematian di mana pun kalian berada, maut pasti akan mendapati kalian. Maka jadilah kalian orang-orang yang selalu berada dalam ketaatan kepada Allah di mana pun kalian berada, sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah kepada kalian. Karena sesungguhnya hal ini lebih baik bagi kalian, sebab maut pasti akan menjemput kalian tanpa bisa dielakkan. 
Hikmah dari mengingat kematian, akan membuat manusia menjadi takut untuk berbuat dosa, mendorong perbuatan baik kepada sesama makhluk hidup, bertaubat atas segala kesalahan di masa lalu, dan membuat seorang muslim termotivasi untuk selalu mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. 
 Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS Jumu’ah : 8).

Bersama : Ustadz Ahmad dari Pondok Tahfidz NUSA Banjarnegara







Share:

Mendahului Imam dalam Sholat: Kepalanya Diganti Dengan Kepala Seekor Himar


“Apakah salah seorang di antara kalian yang mengangkat kepalanya saat imam masih sujud, tidak takut kepalanya diganti dengan kepala seekor himar?” (HR Ahmad). 

Seorang makmum haruslah mengikuti setiap gerakan sholat Imam dan tidak mendahuluinya. Salah satu filosofi terpenting mengikuti imam adalah kepatuhan terhadap pemimpin dan bagaimana agar menjadi makmum yang baik dan benar. Mengapa seorang makmum harus mengikuti gerakan imam dan tidak boleh mendahuluinya? Sebab ketika seorang makmum mendahului gerakan imam maka sholat berjamaah si makmum itu menjadi rusak, tidak sah, dan tidak mendapatkan pahala berjamaah.

Bersabda Rasulullah ﷺ, “Apakah tidak takut salah seorang di antara kalian ketika mengangkat kepalanya sebelum imam. (Apa tidak takut yang mendahului gerakan imam itu akan) Allah mengubah kepalanya menjadi kepalanya himar?” Dalam satu riwayat, orang yang mendahului imam apa tidak takut Allah mengubah wajahnya menjadi wajah himar, dalam riwayat lain menjadi wajahnya anjing.”


Hukum Mendahului Imam saat Sholat Berjamaah 
Dikutip dari buku 221 Kesalahan Dalam Shalat beserta Koreksinya dari Abdul Aziz bin Nashir al-Musainid, Kesalahan: Mendahului gerakan imam, seperti makmum melakukan ruku’ sebelum imam.
Di antara sejumlah persyaratan bermakmum adalah mengikuti imam dan tidak mendahuluinya. Pertanyaannya, bagaimana jika ada makmum yang menyalahi ketentuan itu? Bagaimana pula keabsahan shalat dan keutamaan berjamaahnya? 
Secara umum, mendahului dan menyamai imam dapat dirinci ke dalam tiga hal: 
(1) dalam posisi; (2) dalam takbiratul ihram; (3) selain dalam posisi dan takbiratul ihram. 

Pertama, mendahului dan menyamai imam dalam posisi. 
Syekh Sa‘id bin Muhammad dalam Syarhul Muqaddimah Al-Hadramiyyah, (Terbitan Darul Minhaj, Jeddah, Cetakan Pertama, 2004, jilid I, halaman 338) menyatakan, jika seorang makmum yakin bahwa posisinya mendahului imam maka shalatnya tidak sah, kecuali dalam kondisi darurat seperti ketakutan atau terancam. 

Dalam posisi ini, tumit makmum tidak boleh lebih depan dari tumit imam. Sebab posisi itu menyebabkan shalatnya tidak sah. Sedangkan yang menjadi acuan bagi makmum yang shalat sambil duduk adalah kedua pantatnya; lambung bagi makmum yang shalatnya sambil tidur miring; dan kepala bagi makmum yang shalatnya telentang.
Kedua, mendahului imam dalam takbiratul ihram
Dalam Hâsyiyatul Bâjûrî, (Terbitan Maktabah Al-‘Ulumiyyah, Semarang, Tanpa Tahun, jilid I, halaman 197), Syekh Ibnu Qasim menyatakan, siapa pun yang mendahului takbiratul imam, maka shalatnya tidak sah. Demikian halnya membarengi imam. Ini artinya, jika menyamai imam dalam hal posisi hanya sekadar makruh dan menghilangkan keutamaan berjamaah, namun menyamai imam dalam takbiratul ihram tidak ditolelir dan dapat membatalkan shalat. 
Demikian pula jika seorang makmum ragu-ragu, apakah takbiratul ihramnya menyamai imam atau setelah imam, kemudian diyakini bahwa takbirnya setelah imam, namun ternyata setelah berselang lama dugaannya salah dan takbirnya mendahului imam, maka itu pun shalatnya batal. Karenanya, wajar jika Rasulullah saw. mewanti-wanti dalam urusan ini, “Janganlah kalian tergesa-gesa mengikuti imam. Setelah imam bertakbir, barulah kalian bertakbir.” Alasannya, makmum yang takbiratul ihram sebelum imam, sejatinya bermakmum kepada orang yang belum masuk shalat. Sedangkan, masuknya shalat ditandai dengan sempurnanya takbiratul ihram. 
Adapun fatwa Imam Al-Baghawi yang menyatakan bahwa seorang yang takbiratul ihram dan belakangan ternyata diketahui imamnya belum takbir, maka shalatnya sah secara munfarid, adalah fatwa yang lemah. 
Ketiga, mendahului dan menyamai imam selain dalam posisi dan takbiratul ihram. 
Maksudnya adalah mendahului atau menyamai imam dalam gerakan dan bacaan. Kembali dikemukakan oleh Syekh Ibnu Qasim, mendahului gerakan imam dua rukun berturut-turut, walaupun keadaan rukunnya adalah rukun pendek, seperti rukuk dan i‘tidal, tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka menyebabkan shalatnya menjadi batal. Kecuali bila mendahuluinya tanpa disengaja, seperti tidak tahu gerakan imam atau karena lupa, maka itu ditolelir dan tidak menyebabkan batal. 
Sama halnya dengan mendahului adalah meninggalkan diri dua rukun berturut-turut dari imam tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka itu pun juga menyebabkan batal. Berbeda halnya dengan mengakhirkan diri disertai alasan, seperti bacaannya kendor, sedangkan bacaan Fatihahnya belum selesai dan dia juga bukan makmum masbûq (ketinggalan), maka mengakhirkan diri yang demikian, selama tidak ketinggalan tiga rukun yang panjang, tidak sampai membatalkan shalat. Hanya saja, walau menyamai gerakan imam tidak sampai membatalkan shalat, tetapi makruh hukumnya. Sedangkan perkara makruh yang dilakukan makmum saat berjamaah dapat menghilangkan keutaman berjamaahnya, kendati kehilangannya hanya pada rukun yang disamainya, tidak pada seluruh shalat. 









Share:

Gardu Sebuah Tempat Komunikasi Warga



Masih teringat pada awal terjadinya penyebaran virus Covid-19, penerapan penutupan jalan lingkungan hampir disetiap komplek,desa atau perumahan. Warga di berbagai daerah berinisiatif menutup akses menuju permukiman mereka. Portal, tiang bambu, dan batu dijadikan sebagai penghalang keluar-masuk orang. 
Akses permukiman dibuka, tetapi berdiri pos untuk memantau orang-orang keluar-masuk. Biasanya, penjaga pos itu menyemprotkan disinfektan atau memeriksa suhu tubuh seseorang menggunakan alat pengukur suhu. Pos-pos yang didirikan sebagai tempat pemantau orang-orang ini mirip dengan gardu  rumah jaga/ pos kampling.
Gardu mengalami fungsi yang berbeda-beda dari masa ke masa. Setelah kemerdekaan, gardu pun memiliki peran yang berbeda. Menurut dosen sejarah Universitas Airlangga Purnawan Basundoro, seorang Dosen yang asli Banjarnegara ini menyampaikan bahwa pada masa Orde Baru, istilah gardu tergantikan menjadi pos komando (posko). Purnawan menuturkan, di masa Orde Baru, gardu banyak didirikan di kampung-kampung. “Walau begitu, posko jarang difungsikan dan lebih sebagai simbol pengamanan yang menunjukkan pemerintah hadir di desa,” tutur Purnawan sebagaimana dilansir dari Alinea.id, Rabu (29/4). 

Istilah gardu kemudian berkembang menjadi istilah Posko, yang sebenarnya meminjam dari istilah yang digunakan ABRI di era 1980-an,  Dalam mengontrol perkampungan dan warganya, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang menjabat pada 1966-1977 menerapkan kebijakan sistem keamanan lingkungan (siskamling). Di buku memoarnya, Gita Jaya: Catatan H. Ali Sadikin, Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1966-1977 (1977), Ali mengatakan, pada 1970-an Departemen Pertahanan sudah melembagakan ronda malam. “Menjelang 1977 terdapat 16.718 orang yang sudah dilatih sebagai petugas hansip. Untuk tujuan ronda, sekitar 2.280 gardu (pos hansip) dibangun di seluruh wilayah Jakarta,” kata Ali. Menurut Purnawan, sejak masyarakat mengenal siskamling itulah istilah gardu kembali berubah menjadi pos kamling—akronim pos keamanan lingkungan.
Share:

Sudah Tua? Tidak Ada Kata Terlambat Untuk Belajar Al Qur'an



Rasulullah SAW bersabda: أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat” Hadits tersebut menjadi dasar dari ungkapan “Long life education” atau pendidikan seumur hidup. Kehidupan didunia ini rupanya tidak sepi dari kegiatan belajar, sejak mulai lahir sampai hidup ini berakhir. Benar hadist Rasulullah Muhammad s.a.w “Udlubul ilma mahdi illal lahdi”, menuntut ilmu sejak buaian sampai liang lahad.
Walau sudah tua tidak ada kata terlambat untuk belajar.




Share:

Al Qur'an dan Aktualisasi Diri

Ustadz Andi dalam Sebuah acara buka bersama di Masjid Al Mu'minun Perumahan Gayam Permai (1437H/2016M)

Al-Qur'an, sebagai kalamullah atau mukjizatul Islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW untuk seluruh manusia. Ajaran Islam, merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta, rahmatan lilalamin. Pada hakikatnya, al-Qur'an telah berbicara tentang seluruh persoalan manusia yang berupa prinsip-prinsip dasar.
Al-Qur'an berbicara kepada akal dan perasaaan manusia; mengajar mereka tentang aqidah tauhid; membersihkan jiwa mereka dengan berbagai praktek ibadah; memberi mereka petunjuk untuk kebaikan dan kepentingannya, baik dalam kehidupan individu maupun sosial; menunjukkan kepada mereka jalan terbaik, guna mewujudkan jati dirinya, mengembangkan kepribadiannya dan meningkatkan dirinya menuju kesempurnaan insani, sehingga mampu mewujudkan kebahagiaan bagi dirinya, di dunia dan akhirat.
Ma'rifatunnafsi atau mengenal diri sendiri terkenal dengan ungkapan "barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya", Dapat disejajarkan dengan konsep diri, self concept yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Khusnudzon atau prasangka yang baik juga dapat disejajarkan dengan berpikir positif. Kata-kata yang terus beriringan dalam al-Quran yaitu iman dan amal merupakan penegasan dari harus adanya keyakinan dan tindakan. 
Untuk menyikapi semua tindakan-tindakan dan hasil yang diperoleh atas semua usahanya Islam memberikan konsep lain seperti tawakal, syukr dan muhasabah yang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Akumulasi konsep-konsep tersebut jika diteliti secara berkesinambungan akan menimbulkan dan mengisyaratkan adanya konsep percaya diri yang terungkap dalam al-Qur'an.
Share:

Footer Link

Pengumuman

  1. Tamu yang menginap 1x24 jam harus lapor RT.
  2. Dilarang Parkir Mobil di Jalan Perumahan
  3. Segala Jenis Truk dilarang Memasuki Jalan Perumahan

info ronda

Pelaksanaan Ronda lingkungan dimulai pukul 22.00 WIB s.d. Menyesuaikan Kondisi

Recent Posts

POSTINGAN TERBARU

Recent Posts Widget